Sejarah Islam di Indonesia
merekam dengan jelas bahwa pesantren memiliki peranan besar dalam membangun
masyarakat yang berbudaya dan berperadaban. Eksistensi pesantren di
Indonesia sering mendapat pujian, apalagi dari masyarakat muslim sendiri. Pada
saat yang sama, lembaga ini sering pula mendapat kecaman dan dilabelkan sebagai
institusi yang banyak “menghambat” kemajuan Islam. Bahkan eksistensi pesantren
“dituding” sebagai –maaf- “sarang teroris”. Kontroversi mengenai pesantren
seperti itu secara tidak langsung telah menempatkan pesantren sebagai institusi
yang cukup penting untuk selalu diperhatikan. Pandangan positif akan menempatkan kontroversi tersebut sebagai peluang
untuk memperkuat peran pesantren itu sendiri.
Kondisi tersebut pun tidak
lepas dari perjalanan panjang Pesantren Pondok Karya Pembangunan Manado yang
kini berusia 37 tahun. Hampir empat dekade Pesantren PKP berkiprah dan
mencatatkan diri sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam yang layak untuk
diperhitungkan di Sulawesi Utara. Sejak awal berdirinya -sebagai salah satu
bangunan monumental MTQ ke-X Tahun 1977 di Manado-, Pesantren PKP tentu
mengalami dinamisasi dalam proses perkembangan santri dan pembinaannya. Pola
pembinaan yang harus menyesuaikan dengan kondisi kekinian adalah sebuah
tantangan demi tetap tegak dan lestarinya pesantren. Dari sisi ini, dibutuhkan
sebuah semangat baru untuk sebuah perubahan demi kemajuan pesantren. Sama
halnya dengan Islam yang perlu menyesuaikan dengan zaman tanpa meninggalkan
nilai-nilai keislaman itu sendiri. Majunya pesantren bukan saja terletak pada
berubahnya bangunan fisik semata, tapi juga sikap dan prilaku santri yang
mencerminkan dan mentradisikan akhlak mulia baik di lingkungan pesantren maupun
di luar.
Ibarat tanaman, guna
menghasilkan panen yang baik sebagai sebuah produk unggulan, banyak hal yang
perlu diperhatikan. Bibit yang unggul belumlah cukup jika sistem dan cara
pengolahannya asal-asalan. Jika bibit yang baik ini dirawat, dipelihara dan
dipupuki, diolah dengan baik, maka akan menghasilkan tanaman yang baik pula.
Secara sederhana, tidak semua
orangtua berharap anaknya yang nyantri menjadi ulama, tapi setidaknya mereka
paham dan mampu mengaplikasikan cara menjadi muslim yang baik. Inilah
sesungguhnya keunggulan pesantren dibandingkan sekolah lainnya. Pola pembiasaan
yang kemudian menjadi tradisi yang baik selama berada di lingkungan pesantren
akan memberikan pengaruh positif ketika santri tidak lagi bermukim di pesantren.
Peran kyai sebagai salah satu
unsur penting dari sebuah pesantren, ikut menentukan maju mundurnya pesantren. Kyai sebagai pendidik di pesantren menjadi
figur sentral yang dipatuhi dan ditiru oleh para santrinya. Secara
teoretis, Kekuatan Kyai berakar pada kredibilitas moral dan kemampuan
mempertahankan pranata sosial yang diinginkan. Semakin sepuh seorang
kyai, semakin tinggi wibawa yang dimilikinya dan tentu saja berimbas pada
kewibawaan pesantren. Bisa dibilang bahwa kewibawaan kyai dan pesantren adalah
seperti koin dengan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan.
![]() |
Santri angkatan ke-6 pasca EBTAN Tahun 1987 |
![]() |
Santri baru tahun 2012 usai kegiatan Pramuka |
Kyai memang tidak didasarkan pada jenjang pendidikan secara ketat dan khusus. Para ahli mengemukakan setidaknya ada 3 syarat kyai, yaitu memiliki keilmuan agama yang cukup luas di atas ukuran rata-rata masyarakatnya, memiliki integritas moral sehingga menjadi panutan masyarakatnya, dan mendapat pengakuan yang kuat dari masyarakatnya. Itu sebabnya perlu sebuah proses yang panjang dan teruji untuk layak menjadi kyai dan memimpin sebuah pesantren.
Tulisan sederhana
ini mencoba untuk mengajak semua komponen yang peduli dengan pesantren PKP
Manado untuk mereview perjalanan panjang pesantren yang diresmikan oleh mantan
Presiden R.I. alm. H. Soeharto kurun waktu hampir empat dekade. Congratulation, Dirgahayu pondokku LPI PKP
Manado.
aamiin
BalasHapus