Minggu, 26 Juli 2020

INDAHNYA PERDAMAIAN DENGAN MUJAHADAH AN-NAFS

MATERI KELAS X SMA SMK SEMESTER GANJIL



Al-Qur’an menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Setan selalu menggoda manusia agar terjerumus ke dalam perbuatan dosa hingga masuk ke neraka. Kita harus berlindung kepada Allah Swt. dari godaan setan, yakni dengan membaca ta’awudz. Selain setan, manusia juga digoda oleh nafsu ammarah untuk melakukan perbuatan melanggar syariat Allah Swt. Seseorang yang perilakunya dikendalikan oleh nafsu ammarah akan hidup sengsara di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang beriman untuk mengendalikan dan menahan hawa nafsu supaya hidupnya diridhai Allah Swt.
Perilaku kontrol diri (mujahadah an-Nafs) akan menjadikan seseorang hidup damai di masyarakat. Kedamaian di masyarakat akan semakin kokoh jika dibarengi dengan sikap selalu berprasangka baik (husnuzhan) kepada sesama, serta menjaga semangat persaudaraan (ukhuwwah). Tentunya setiap orang ingin hidup berdampingan secara damai. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, perilaku mulia ini perlu dijaga dengan sebaik-baiknya demi meraih kedamaian hidup di masyarakat.
Perhatikan Q.S. Al-Hujurat(49):12 berikut:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Terjemah
12.  Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.


Asbabunnuzul Q.S. al-Hujurat/49: 12
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Ibnu Juraij, bahwa ayat ini (al-Hujurat/49: 12) turun berkenaan dengan Salman al-Farisi yang bila selesai makan, suka tidur sambil mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang menggunjing perbuatannya. Maka turunlah ayat ini (al- Hujurat/49: 12) yang melarang seseorang mengumpat dan menceritakan 'aib orang lain


Menelaah Tafsir Q.S. al-Hujurat/49: 12
Dalam Q.S. al-Hujurat/49:12 terkandung larangan untuk ber­prasangka buruk (su’uzhan) kepada orang lain, berbuat tajassus, dan (ghi­bah). Tajassus berarti mencari-cari ke­salahan orang lain, dan ghibah berarti menggunjing orang lain.
Prasangka buruk dilarang karena prasangka buruk adalah suatu sikap/budi bekerti yang tidak berdasar pada fakta yang tepat. Seperti tidak bijak ketika membaca berita di media yang memberitakan kejelekan orang lain. Padahal, kita diingatkan untuk menjauhi prasangka buruk dan mencari-cari kesalahan orang lain. Sebaliknya, kita diperintahkan untuk menyibukkan dengan mencari kesalahan dan keburukan diri kita sendiri agar kita dapat berinstropeksi diri terhadap kekurangan kita. Tentu saja agar kita memperbaiki kekurangan dan kesalahan kita. Perhatikan sabda Nabi saw. berikut ini:

Dari al-A’raj ia berkata; Abu Hurairah berkata; Satu warisan dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari 'aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara.“ (H.R. Bukhari )

Selanjutnya, Rasulullah Saw. menjelaskan apa itu ghibah sebagaimana tercantum dalam hadis berikut ini:

“Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul- Nya yang lebih mengetahui”. Nabi Saw. berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi Saw. ditanya: “Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya? Nabi Saw. menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya”. (H.R. Muslim)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa ghibah adalah membicarakan dan menyebutkan kejelekan orang lain. Tentu tidak ada satu orang pun yang senang dibicarakan oleh orang lain. Orang yang melakukan ghibah tidak berniat untuk mencari kebenaran, tetapi hanya untuk sekedar melampiaskan dan memuaskan hawa nafsu untuk membicarakan kejelekan orang lain. Dengan maksud mempermalukan seseorang di depan orang lain. Dan seseorang yang melakukan ghibah berarti memiliki sifat takabur. Merasa dirinya lebih hebat dari orang lain
Di antara penyebab utama prasangka buruk, mencari kesalahan orang lain, dan ghibah adalah adanya kebencian atau sakit hati terhadap orang tertentu. Oleh karena itu, perilaku ini harus dijauhi karena walaupun kejelekan tersebut memang sebuah kenyataan, tetapi hal ini sangat berbahaya dan bisa menjadi fitnah.
Fitnah adalah menyampaikan berita palsu (hoax) atau berita salah, tidak sesuai dengan kenyataan. Perbuatan fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Oleh karena itu, fitnah merupakan perbuatan keji yang harus dijauhi. Akibat buruk dari fitnah di antaranya adalah mencoreng nama baik seseorang, dan menyebabkan perpecahan satu orang dengan orang yang lain. Bahkan, akibat buruk fitnah ini sangat sulit untuk dibenahi. Jika berita bohong sudah terlanjur tersebar, sangat sulit mencabutnya. Seseorang yang sudah terlanjur membaca berita bohong belum tentu membaca ralat beritanya, padahal ralat berita ini dimaksudkan untuk meluruskan berita bohong tersebut. Penyebab fitnah biasanya terjadi karena beberapa hal, di antaranya adalah tidak melakukan pengecekan kebenaran berita (tabayyun), dan adanya kebencian pada seseorang.
Jadi, pada dasarnya antara ghibah dan fitnah memiliki perbedaan, yaitu ghibah menyampaikan keburukan orang lain, dan keburukan tersebut memang kenyataan. Akan tetapi fitnah menyampaikan data atau berita palsu dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Keduanya merupakan perilaku tercela yang harus dijauhi.
Perbuatan buruk sangka, mencari-cari kesalahan orang lain, dan menggunjing dalam kehidupan sehari-hari sulit dihindari karena adanya penyakit hati dalam diri kita. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk mengontrol diri (mujahadah an-nafs) dari perbuatan dosa. Yaitu, mengontrol diri kita agar mencegah hawa nafsu untuk berprasangka buruk, agar tidak mencari-cari kesalahan orang lain, dan j tidak menggunjing orang lain.
Hawa nafsu memiliki kecenderungan untuk mencari berbagai macam kesenangan dengan tidak mempedulikan aturan agama. Jika kita menuruti hawa nafsu, sesungguhnya hati kita telah tertawan dan diperbudak oleh hawa nafsu itu. Jihad melawan hawa nafsu merupakan jihad yang besar. Mengapa demikian?. Hal ini dikarenakan jihad melawan nafsu, berarti jihad melawan keinginan terhadap hal-hal yang buruk dan menimbulkan bahaya bagi kemanusiaan. Bukankah menghindari sesuatu yang kita senangi jauh lebih berat daripada menghindari sesuatu yang kita benci?
Selain kontrol diri, seorang muslim hendaknya berprasangka baik (husnuzhan) kepada Allah Swt., diri sendiri, dan kepada sesama manusia.

1) Husnuzhan kepada Allah Swt.

Berprasangka baik (husnuzhan) kepada Allah, artinya bahwa Allah Swt. memiliki sifat Maha sempurna, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Pengasih dan Penyayang kepada semua ciptaan-Nya.
Rasulullah Saw. bersabda dalam baik, justru sesungguhnya berakibat buruk atau sebaliknya yang dianggap buruk, sesungguhnya merupakan hal yang baik baginya. Perwujudan husnuzhan kepada Allah Swt. antara lain:

                        Husnuzhan dalam bertaqwa kepada Allah Swt.

Bertaqwa pada Allah Swt. artinya melaksanakan segala perintah- Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Husnuzhan dalam bertaqwa pada Allah Swt. artinya meyakini bahwa semua perintah Allah Swt. adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Begitu juga semua larangan-Nya pasti akan berakibat buruk apabila dilanggar.

                        Husnuzhan dalam berdoa

Berdoa merupakan permohonan atas segala yang diinginkan seseorang. Seorang muslim yang memahami Husnuzhan pada Allah Swt. dalam berdoa akan yakin bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah Swt., namun bila belum dikabulkan, maka ia akan berfikir inilah yang terbaik dan ia akan menerimanya dengan penuh keikhlasan.

                        Husnuzhan dalam berikhtiar dan bertawakal

Ikhtiar merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan hal yang dicita-citakan. Dalam berikhtiar sikap Husnuzhan kepada Allah Swt. harus dikembangkan, karena tidak semua ikhtiar yang dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam berikhtiar harus selalu digandengkan dengan sikap tawakal yaitu menyerahkan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt. semata, sehingga ketika ikhtiarnya berhasil maka ia akan bersyukur dan ketika gagal ia akan bersabar dengan tidak berputus asa.

2) Husnuzhan kepada orang lain
Husnuzhan kepada orang lain artinya seluruh ucapan, sikap dan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang akan diterima apa adanya tanpa diringi oleh prasangka atau dugaan-dugaan yang bersifat negatif.
Mengembangkan sikap husnuzhan kepada orang lain dapat dilakukan dengan cara berusaha untuk melihat kebaikan orang lain dan mengakuinya dengan jujur atas segala kelebihan yang dimilikinya. Sebaliknya, berusahalah untuk melupakan segala keburukan orang lain yang pernah dilakukannya kepada diri kita. Begitu juga, berusahalah untuk mengingat keburukan yang pernah kita lakukan pada orang dan berusahalah untuk tidak mengulangnya kembali. Sebaliknya, berusahalah untuk mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah orang lakukan untuk kita. Sebagai muslim, juga harus hidup berdampingan dengan sesama muslim yang lain serta menghormati hak dan kewajibannya. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang muslim (yang sejati) adalah orang yang dengan muslim lainnya selamat dari (bahaya) lisan dan tangannya.” (H.R. Tirmidzi)

Hadis tersebut menjelaskan seorang muslim harus menjaga lisannya. Ucapan kepada orang lain terutama sesama muslim, harus lemah lembut dan tidak mengandung kebohongan. Guna menghindari buruk sangka terhadap seseorang, Islam mengajarkan untuk melakukan tabayyun bila mendapat informasi negatif tentang seseorang, Islam sangat melarang umatnya untuk secara gegabah mempercayai apalagi merespon negatif sebuah informasi tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar informasi yang didengar tidak menimbulkan prasangka buruk yang berakibat buruk pada orang yang diberitakan. Muslim sejati selalu menjaga lisannya sebagai bentuk husnuzhan kepada orang lain.

3) Husnuzhan kepada diri sendiri

Seseorang yang berprasangka baik kepada diri sendiri, akan menyadari bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, seharusnya manusia senantiasa mensyukuri apapun yang sudah diberikan oleh Allah Swt. dan tidak perlu merasa rendah diri di hadapan orang lain. Boleh jadi kekurangan yang dimiliki oleh seseorang justru itulah kelebihan yang dimilikinya.
Dengan menyadari kelebihan yang ada pada dirinya, maka timbul sikap yang penuh harapan, tidak mudah putus asa ketika menghadapi tantangan hidup bahkan bersikap optimis dengan bekerja keras, kerja ikhlas, kerja cerdas, kerja mawas, dan kerja tuntas. Dengan menyadari kekurangan pada dirinya, maka berusaha untuk memperbaikinya dan menjadikannya sebagai sebuah kekuatan.
Seseorang akan mendapatkan banyak hikmah dari perilaku kontrol diri dan berprasangka baik (husnuzhan).
Di antara hikmah perilaku kontrol diri (mujahadah an-nafs) sebagai berikut:
1) meningkatnya sifat sabar, dengan tidak cepat memberikan reaksi terhadap permasalahan yang timbul
2) dapat mencegah perilaku buruk atau negatif dari seseorang
3) mendapatkan penilaian yang positif dari lingkungan
4) terbinanya hubungan baik dalam berinteraksi sosial dengan sesama.

Sedangkan hikmah perilaku berprasangka baik (husnuzhan) di antaranya sebagai berikut:

1) senantiasa bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan
2) terbentuknya sifat percaya diri dalam diri seseorang
3) gigih, ulet, tangguh dalam melakukan ikhtiarnya, sehingga tidak mudah putus asa ketika menghadapi kegagalan
4) rida terhadap takdir Allah Swt., karena tugas manusia hanya berusaha dan yang menentukan adalah Allah Swt.


Menerapkan Perilaku Kontrol Diri (Mujahadah an-Nafs) dan Pra-sangka Baik (Husnuzhan) untuk Meraih Hidup Bahagia

Kontrol diri dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1) Menghindari dan menjauhi perbuatan dosa dan maksiat

Renungkanlah dampak negatif perbuatan dosa dan maksiat, dan renungkanlah akibat positif beramal saleh. Setiap perbuatan dosa dan maksiat, akan berakibat buruk bagi diri sendiri, misalnya hati gelisah, tidak tenang, dan merasa jauh dari Allah Swt. Sebaliknya, amal saleh akan berakibat positif bagi dirinya, misalnya hidup tenang, optimis, merasa dekat dengan Allah Swt.

2) Mengarahkan seluruh aktivitas hidup untuk meraih rida Allah Swt.

Seluruh aktivitas hidup manusia akan diminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Maka, niatkan dan arahkan seluruh aktivitas hidup untuk beribadah guna meraih ridha Allah Swt.

3) Menahan dan mengendalikan hawa nafsu

Jika ada bisikan hawa nafsu untuk melakukan maksiat, maka segera minta perlindungan Allah Swt. dengan membaca ta’awudz.

4) Memperbanyak dan membiasakan dzikir kepada Allah Swt. (dzikrullah)
Dzikir akan membuat hati tenang dan dekat dengan Allah Swt. Ketenangan hati akan menjadikan diri kita kuat menahan godaan hawa nafsu. Kedekatan kita dengan Allah Swt. akan semakin menambah kekuatan dalam melawan hawa nafsu.

Sedangkan husnuzhan kepada Allah Swt. dapat dilakukan dengan tiga sikap, yaitu sebagai berikut:
a. Selalu yakin bahwa Allah Swt. akan senantiasa memberi yang terbaik bagi hamba-Nya
b. Selalu mensyukuri nikmat dari Allah Swt. Rasa syukur dapat diungkapkan dengan mengucapkan hamdalah, dan menggunakan nikmat tersebut sesuai kehendak Allah Swt.
c. Bersikap tawakal, sabar, dan ikhlas atas semua cobaan dan ujian dari Allah Swt. Ingatlah bahwa Allah Swt. tidak akan membebani seseorang di luar batas kemampuannya dan semua cobaan yang diberikan oleh Allah Swt. pasti ada hikmahnya

Husnuzhan kepada orang lain dapat dilakukan dengan sikap sebagai berikut:
1) Melihat seseorang dari sisi baiknya, ditunjukkan dengan rasa senang, dan berpikir positif
2) Selalu memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain terhadap dirinya
3) Bersikap hormat pada orang lain tanpa ada rasa curiga, dengki, dan perasaan tidak senang tanpa alasan yang jelas
4) Selalu mengingat kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan oleh seseorang
5) Melupakan kesalahan yang dilakukan orang lain terhadap dirinya.

Husnuzhan kepada diri sendiri dapat dilakukan dengan sikap sebagai berikut.
1) Yakin bahwa dirinya mampu melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain
2) Selalu yakin dapat menyelesaikan semua masalah, tantangan hidup, dan tidak mudah putus asa bila menemui kesulitan atau kegagalan

3) Berusaha sekuat tenaga untuk mencapai semua keinginan dengan kerja cerdas, kerja ikhlas, dan kerja tuntas, penuh dengan inisiatif untuk meraih cita-cita

Sumber: Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA SMK Kelas X, Kementerian Agama R.I. 2019

TUGAS 1
1.      Bacalah dengan baik penjelasan tentang kontrol diri dan prasangka baik
2.      Salinlah QS. Al-Hujurat ayat 12 dan terjemahnya dengan baik di buku catatanmu
      
       TUGAS 2
       1. Bacalah Q.S. al-Hujurat ayat 12 sebanyak mungkin (70 x) dengan baik dan lancar
       2. Videokan bacaanmu yang baik dan lancar tersebut




1 komentar:

  1. Titanium Art by TITanium Arts on TITON ART
    TITanium Art titanium trim hair cutter reviews by titanium chopsticks TITanium Arts is titanium 6al4v a collection of the finest 출장샵 metal art gold titanium alloy on the planet.

    BalasHapus