Kamis, 18 Juni 2020

TANGSI BELANDA SIAK

Image may contain: Supriadi, standing, beard and outdoor

Inilah peninggalan Kolonial Belanda di tepi sungai Siak. Sebuah bangunan tua di kampung Benteng Hulu, Kecamatan Mempura yang sangat menarik perhatian. Bangunan peninggalan pemerintahan kolonial Belanda itu khas, sebagaimana bangunan eropa pada zamannya.

Bangunan tua itu adalah Tangsi Militer Belanda yg dibangun pada 1860, lebih tua dari bangunan Istana Siak.Sedikitnya ada 6 gedung di sana.

Sejak Belanda hengkang dari Tanah Air, hanya ada 2 pasukan yang sempat memanfaatkan bangunan itu.

Dalam sejarahnya, tangsi Belanda ini berfungsi sebagai tempat perlindungan dan pertahanan bagi tentara Belanda di masa lalu. Setidaknya ada enam unit bangunan yang membentuk formasi melingkar hingga terdapat halaman di dalamnya dengan beragam fungsi yang meliputi penjara, asrama, kantor, gudang senjata, dan logistic.
Ada dua bangunan utama dan ada dua bangunan pendukung seperti kamar mandi yang masih tegak. Inilah bangunan yang masih berdiri kokoh di bangun diperkirakan tahun 1860 silam.
Gedung utama bercat putih dengan dua lantai yang ukurannya sekitar 18 meter x 9,6 meter dengan lorong pintu masuk membentuk setengah lingkaran. Ada anak tangga terbuat dari papan menuju ke atas dengan lantai kayu. Hanya saja kini kayu asli bawaan Belanda itu sudah dipugar dengan tetap menggunakan kayu.
Seluruh ruangan di gedung utama ini, masih terlihat kosong. Di lantai atas kita bisa melihat indahnya bantaran sungai Siak. Jendela bangunan ini juga cukup tinggi. Ukuran lantai ke langit-langit mencapai 4 meter sehingga ruangan ini sejuk. Rerumputan hijau juga menambah indah di halaman depan. Seberang Tangsi Belanda, saat ini ada Kantor Koramil.
Di gedung bagian depan ini juga ada sumur tua yang masih aktif, ada ruangan dapur, ada ruangan pos penjagaan yang melekat dalam satu bangunan. Dulunya ini sebagai kantor sekaligus benteng pertahanan Belanda saat masih berkuasa. Komplek bangunan ini lebih tua dari Istana Siak yang dibangun 1889 silam yang letaknya diseberang bangunan Belanda ini.

Di bagian belakang bagian gedung utama, berjarak sekitar 15 meter juga ada bangunan dengan ukuran yang sama bercat ke kuningan berlantai dua. Dulunya ini berfungsi sebagai kantor pertahanan. Di sela jarak ini, sisi kanan dan kiri ada dua sumur dan kamar mandi.

Di bagian belakang, dulunya ada gudang senjata namun telah rubuh. Kini hanya dibangun tiang--tiang pondasi berukuran tinggi sekitar setengah meter sebagai ujud pengganti tanpa bangunan lama. Malam hari pondasi ini akan terlihat indah karena ada lampu bersinar di bawahnya.

Ruang paling belakang, kini sudah ada bangunan baru berbentuk barak. Namun aslinya sudah hancur tertelan zaman. Kini difungsikan kembali dengan bangunan yang tetap menyerupai bentuk aslinya dengan berdinding papan. Di sebelah bangunan barak serdadu Belanda ini ada bangunan pelabuhan untuk kapal-kapal perang Belanda

Pada 1942 Belanda diusir pasukan Jepang dari nusantara. Sejak itu pula pasukan Jepang memanfaatkan bangunan-bangunan tsb.
Semua kepentingan bisnis Belanda di Siak diambil alih oleh Jepang. Namun pasukan Dai Nippon itu hanya bertahan 3,5 tahun di sana.

Siak, 18 Juni 2014
#tripofkakippy
 — in Kota SIAK SRI INDRAPURA.

MESJID RAYA SYAHABUDDIN SIAK

Image may contain: one or more people, people standing and outdoor


Perjalanan panjang dari Pekanbaru ke Siak memberikan banyak pengalaman berharga. Ada yang dilihat dan dinikmati sebagai bagian penting dari perjalanan sejarah bangsa. diantaranya adalah Mesjid Sultan atau Mesjid Raya Syahabuddin . Mesjid ini dibangun pd masa Sultan Siak XII (Sultan Syarif Kasim ll) pd tahun 1927 n selesai thn 1935 dgn arsitektur bercirikan Eropa dan Timur Tengah (Turki). Terletak 500 m di depan Istana Siak. Inilah Masjid yang menjadi saksi sejarah hadirnya Kerajaan Melayu Siak Sri Indrapura di Sumatra Timur (sekarang masuk Provinsi Riau).
Entah mengapa sultan memberikan nama masjid dengan menggunakan kata dari dua bahasa sekaligus, yaitu syah (bahasa Persi yang berarti ‘penguasa’) dan ad-din (bahasa Arab yang berarti ‘agama’)- Barangkali sultan ingin menegaskan bahwa Kerajaan Siak Sri Indrapura yang dipimpinnya adalah sebuah kerajaan Islam. Dan, ia sendiri selaku sultan (raja), bukan hanya menjadi penguasa negara atau pemerintahan saja, tetapi juga sekaligus menjadi penguasa agama. Tentu yang di- maksud adalah pernimpin agama atau yang lazim disebut imam.


Memang demikianlah tradisi yang berlaku secara turun-temurun dalam sebuah kerajaan Melayu. Dan, Siak Sri Indrapura sebagai salah satu di antara puluhan Kerajaan Melayu yang pemah berjaya, telah berupaya menjaganya. Doktrin atau falsafah yang menjadi dasar negara Kerajaan Siak Sri Indrapura adalah Islam-Melayu-Beraja.

Dalam konteks kenegaraan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan (negara). Melayu sebagai entitas, yakni sebuah kesatuan sosial mencukupi pengertian kebangsaan, bahasa, dan kebudayaan. Sedangkan, beraja adalah satu penegasan bahwa bentuk pemerintahan negara adalah kerajaan dengan raja sebagai kepala negaranya.

Terbukti selama sekian abad doktrin Islam-Melayu-Beraja ini mampu menjadi perekat persatuan suku bangsa-suku bangsa di pesisir Nusantara, kita tidak dapat memungkiri peranan Kerajaan Melayu yang menjadi “benteng” kebudayaan dan bahasa Melayu. Bukan sesuatu yang diametral atau bertolak belakang.

Atas dasar asumsi itu, Sultan Siak amat memperhatikan perkembangan dakwah Islam. Meskipun dana pembangunan Masjid Syahbuddin ini tidak sepenuhnya dari kas kerajaan, tetapi takmir ‘pengelola’ masjid ini diangkat oleh sultan. Di masa pemerintahan Sultan Syarif Qasim, yang menjadi ketua takmimya adalah Mufti Haji Abdul Wahid dan kemudian digantikan oleh Faqih Abdul Muthalib. Sedangkan, sekarang ini dikelola oleh pengurus yang ditetapkan berdasarkan musyawarah kaum muslimin.

Dalam usianya yang sudah lebih dari setengah abad, Masjid Syahbuddin ini telah beberapa kali mengalami perbaikan (renovasi) ringan dan penambahan bangunan, antara lain teras di samping kanan dan kiri masjid. Yang tidak kalah menariknya, masjid ini dahulunya terletak sekitar 100 meter dari Sungai Siak. Tetapi, karena terjadi keruntuhan pada tebing sungai maka jaraknya tinggal 25 meter saja.

Siak, 18 Juni 2014

Sabtu, 13 Juni 2020

PANDUAN MERAWAT JENAZAH COVID 19


Protokol Pengurusan Jenazah Pasien COVID-19

Jenazah pasien Covid-19 termasuk jenazah yang berisiko tinggi menularkan virus yang diidapnya. Oleh sebab itu, perlu perawatan khusus yang berbeda dengan perawatan jenazah pada umumnya. Perawatan jenazah pasien Covid-19 hanya dapat dilakukan oleh petugas dari rumah sakit. Seluruh petugas yang terlibat dalam proses perawatan jenazah sejak dari memandikan sampai dengan penguburan harus memakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap sesuai standar medis dan tetap berhati-hati serta menjaga kebersihan maupun sterilitas diri, peralatan dan tempat atau lingkungan yang digunakan untuk proses perawatan jenazah hingga selesai penguburan. Tuntunan perawatan ini dilakukan untuk jenazah pasien Covid-19, baik yang meninggal dunia setelah terkonfirmasi positif maupun yang belum terkonfirmasi positif tetapi menunjukkan gejala yang sama dengan gejala Covid-19 sebelum meninggal dunia.

1. Memandikan jenazah

a. Jenazah dimandikan dengan cara disiram atau disemprot dengan air dan cairan disinfektan dari jarak tertentu yang aman dari risiko penularan. Dimulai dengan menyiram/menyemprot anggota wudu dan setelah itu dimulai lagi dari anggota badan sebelah kanan.

b. Sedapat mungkin petugas tidak menyentuh tubuh jenazah dan menghindari cairan tubuh jenazah yang keluar dari mulut, hidung, mata, anus, kemaluan dan luka di kulit.

c. Jenazah laki-laki dimandikan oleh petugas laki-laki, jenazah perempuan dimandikan oleh petugas perempuan. Dalam keadaan darurat, petugas laki-laki boleh memandikan jenazah perempuan, demikian pula sebaliknya, dengan syarat aurat jenazah ditutup dengan kain atau selainnya yang dapat menutup aurat/alat vitalnya.

d. Dalam keadaan darurat yang menuntut untuk tidak memandikan jenazah, maka jenazah tidak perlu dimandikan.

2. Mengafani jenazah

a. Sebelum dikafani, jenazah dibungkus dengan plastik atau bahan serupa yang kedap udara.

b. Jenazah dikafani dengan 1 (satu) lembar kain kafan warna putih atau warna lain yang menutup seluruh tubuh. Apabila memungkinkan, jenazah laki-laki dikafani dengan 3 (tiga) lembar kain kafan dan jenazah perempuan dikafani dengan 5 (lima) lembar kain kafan

c. Setelah dikafani, jenazah dibungkus lagi dengan plastik atau bahan serupa yang kedap udara untuk yang kedua kalinya.

d. Jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang sesuai standar medis.

e. Jenazah dimasukkan ke dalam peti kayu, dengan sebisa mungkin langsung dihadapkan ke arah kiblat.

f. Peti jenazah ditutup rapat-rapat agar tidak bisa dibuka kembali.

3. Menyalatkan Jenazah

a. Shalat jenazah boleh dilakukan di tempat steril di rumah sakit atau lokasi perawatan jenazah dengan izin dan pengawasan dari petugas rumah sakit.

b. Shalat diutamakan hanya oleh pihak keluarga secara sangat terbatas, dengan tetap menjalankan seluruh protokol kesehatan terkait pencegahan Covid-19, seperti tidak berkerumun, menjaga social distancing dan physical distancing, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan, baik sebelum maupun sesudah shalat.

c. Dalam keadaan darurat, shalat jenazah dapat dilakukan di kuburan setelah jenazah selesai dikuburkan, dengan tetap menjalankan seluruh protokol kesehatan terkait pencegahan Covid-19 di atas.

4. Menguburkan Jenazah

a. Jenazah harus dikubur selambat-lambatnya 4 (empat) jam setelah kematian.

b. Jenazah langsung dibawa ke tempat pemakaman tanpa ditransitkan di mana pun.

c. Jenazah dimasukkan ke liang lahat bersama peti jenazah tanpa membukanya.

d. Penguburan jenazah dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang dipandang perlu sesuai kedaruratan serta kelaziman yang dituntunkan.

Lain-lain

Takziyah di rumah duka pasien Covid-19 dilakukan dengan sangat terbatas dan tetap lengkap protokol kesehatan yang kompatibel dengan Covid-19 disetujui perbaikan di atas. Dalam keadaan darurat, takziyah dicukupkan dengan ucapan selamat sungkawa mendapat media yang berani atau teknologi informasi.

Tradisi-tradisi yang selama ini berjalan di masyarakat terkait dengan kematian dunianya seseorang tidak perlu dilakukan, demi terlaksananya seluruh protokol kesehatan yang terkait dengan Covid-19, seperti tidak berkerumun, jarak sosial dan jarak fisik , serta privasi dan lingkungan.

Disarikan dari sumber-sumber:

1. Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 02 / EDR / I.0 / E / 2020 tentang Tuntunan Ibadah pada Masa Darurat Covid-19

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 300 / Menkes / SK / IV / 2009 tentang Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza Menteri Kesehatan Republik Indonesia

3. Surat Edaran Nomor P-002 / DJ.III / Hk.00.7 / 03/2020 tentang Imbauan dan Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid-19 pada Area Publik di Lingkungan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam

4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah ( Tajhiz al-Jana'iz ) Muslim yang Terinfeksi Covid-19

Dikutip dari : https://fatwatarjih.or.id/tuntunan-merawat-jenazah-pasien-covid-19/