Ingin membatalkan puasa? Sebaiknya
niat itu dibuang jauh-jauh dan jangan sampai terlintas dalam pikiran kita.
Aktifitas sehari-hari sebagai remaja yang enerjik dan gaul memang membutuhkan tenaga
ekstra. Namun dalam kondisi berpuasa, sebaiknya kondisi seperti ini perlu
diperhatikan. Islam tidak melarang kita untuk beraktifitas, apalagi bulan
Ramadhan. Remaja muslim yang gaul tidak boleh terlihat lemas, lelah, letih, lunglai,
loyo dan tak berdaya pada saat puasa tapi harus tetap semangat dan beraktifitas
meskipun puasa. Sebagai remaja yang religius dan memahami ajaran agama dengan
baik, perlu membekali diri dengan iman
yang kokoh agar tidak mudah membatalkan puasanya. Padahal tanpa ada uzur
syar’i, tidak boleh dengan seenaknya saja atau secara sengaja membatalkan
puasa.
Pada hakekatnya Puasa
Ramadhan melatih dan mengajari naluri (instink) manusia yang cenderung tak
terkontrol. Naluri yang sulit terkontrol dan terkendali itu adalah naluri perut yang selalu
menuntut untuk makan dan minum dan naluri seks yang selalu bergelora sehingga
manusia kewalahan untuk mengekang dua naluri ini. Inilah godaan berat bagi aktifis. Kecapekan,
terkurasnya energi, haus dan lapar akan meciptakan suasana kondusif dalam
membatalkan puasa. Belum lagi suasana emosional yang ikut berpartisipasi dalam
hal ini. Seharusnya, puasa yang secara etimologi berarti menahan, mampu menjadi
benteng yang kokoh bagi orang yang berpuasa agar tidak terjebak dalam berbagai
kondisi untuk membatalkan puasanya.
Al-Qur’an memberikan penegasan bahwa
seseorang tidak mampu menahan dirinya (dari hal yang membatalkan puasanya),
maka puasanya dianggap batal dan harus diganti pada hari yang lain. Jika orang
tersebut tidak mampu lagi menggantinya disebabkan ada halangan tetap, maka
boleh membayar fidyah atau memberi makan orang yang kurang mampu sejumlah hari
yang ditinggalkannya itu.
Hukum orang
yang meninggalkan puasa Ramadhan, seperti hukum orang yang meninggalkan salat.
Jika dia meninggalkan karena mengingkari hukumnya yang wajib, maka dia dihukumkan kafir. Demikian pula
dengan rukun Islam yang lain (zakat, haji, dan sebagainya). Dalam sebuah riwayat dari
Abu Umamah Al-Bahili r.a.,
ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Ketika aku tidur, datanglah
dua orang pria kemudian memegang dhabaya (dua lenganku),
membawaku ke satu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata, “Naik”. Aku
katakan, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, ‘Kami akan memudahkanmu’. Akupun
naik hingga sampai ke puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yang
keras. Akupun bertanya, ‘Suara apakah ini?’. Mereka berkata, ‘Ini adalah
teriakan penghuni neraka’. Kemudian keduanya membawaku, ketika itu aku melihat
orang-orang yang digantung dengan kaki di atas, mulut mereka rusak/robek, darah
mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya, ‘Siapa mereka?’ Keduanya menjawab,
‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka (Sebelum tiba waktu berbuka
puasa).”
(H.R
An-Nasa'i, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Hadis tersebut dengan jelas
menggambarkan ganjaran yang akan diterima kelak bagi mereka yang membatalkan
puasa. Memang ada beberapa hal yang tidak sampai pada tahap batalnya puasa
secara fisik tapi mampu mengurangi nilai puasa itu sehingga orang yang berpuasa
tidak mendapatkan manfaat dari puasa itu selain lapar dan dahaga saja. Misalnya
emosional, marah-marah, menggunjing, fitnah, hasad, iri, dengki dan penyakit
hati lainnya.
Persoalannya akan menjadi lain
ketika makan atau minum itu dilakukan dengan tidak sengaja atau lupa. Tentu
saja hal itu tidak membatalkan dan puasanya masih bisa dilanjutkan sampai
waktunya berbuka. Hal ini dikuatkan dengan sebuah riwayat dari
Abu Hurairah ra.: bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam
keadaan berpuasa,
kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena
sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum " (H.R. Al-Jama'ah kecuali An-Nasa’i). Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menghukum
ummatku karena tersalah, lupa atau dipaksa atasnya” (H.R. al-Hakim, ibn Hazm
dan Daruquthni)
Jadi kawula muda,
beraktifitas boleh, namun jangan sampai melalaikan apalagi membatalkan puasa
yang sedang kita jalani karena konsekuensinya berat. Pandai-pandailah untuk
mengatur agenda kegiatan agar tidak mengganggu ibadah puasa kita. Wallahu a’lam.:) (Manado Post, Juli 2013)