Minggu, 14 Juli 2013

BATAL PUASA


Ingin membatalkan puasa? Sebaiknya niat itu dibuang jauh-jauh dan jangan sampai terlintas dalam pikiran kita. Aktifitas sehari-hari sebagai remaja yang enerjik dan gaul memang membutuhkan tenaga ekstra. Namun dalam kondisi berpuasa, sebaiknya kondisi seperti ini perlu diperhatikan. Islam tidak melarang kita untuk beraktifitas, apalagi bulan Ramadhan. Remaja muslim yang gaul tidak boleh terlihat lemas, lelah, letih, lunglai, loyo dan tak berdaya pada saat puasa tapi harus tetap semangat dan beraktifitas meskipun puasa. Sebagai remaja yang religius dan memahami ajaran agama dengan baik,  perlu membekali diri dengan iman yang kokoh agar tidak mudah membatalkan puasanya. Padahal tanpa ada uzur syar’i, tidak boleh dengan seenaknya saja atau secara sengaja membatalkan puasa.
Pada hakekatnya Puasa Ramadhan melatih dan mengajari naluri (instink) manusia yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit terkontrol dan terkendali itu adalah naluri perut yang selalu menuntut untuk makan dan minum dan naluri seks yang selalu bergelora sehingga manusia kewalahan untuk mengekang dua naluri ini. Inilah godaan berat bagi aktifis. Kecapekan, terkurasnya energi, haus dan lapar akan meciptakan suasana kondusif dalam membatalkan puasa. Belum lagi suasana emosional yang ikut berpartisipasi dalam hal ini. Seharusnya, puasa yang secara etimologi berarti menahan, mampu menjadi benteng yang kokoh bagi orang yang berpuasa agar tidak terjebak dalam berbagai kondisi untuk membatalkan puasanya.  
Al-Qur’an memberikan penegasan bahwa seseorang tidak mampu menahan dirinya (dari hal yang membatalkan puasanya), maka puasanya dianggap batal dan harus diganti pada hari yang lain. Jika orang tersebut tidak mampu lagi menggantinya disebabkan ada halangan tetap, maka boleh membayar fidyah atau memberi makan orang yang kurang mampu sejumlah hari yang ditinggalkannya itu.
Hukum orang yang meninggalkan puasa Ramadhan, seperti hukum orang yang meninggalkan salat. Jika dia meninggalkan karena mengingkari hukumnya yang wajib, maka dia dihukumkan kafir. Demikian pula dengan rukun Islam yang lain (zakat, haji, dan sebagainya). Dalam sebuah riwayat dari Abu Umamah Al-Bahili r.a., ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang dhabaya (dua lenganku), membawaku ke satu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata, “Naik”. Aku katakan, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, ‘Kami akan memudahkanmu’. Akupun naik hingga sampai ke puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yang keras. Akupun bertanya, ‘Suara apakah ini?’. Mereka berkata, ‘Ini adalah teriakan penghuni neraka’. Kemudian keduanya membawaku, ketika itu aku melihat orang-orang yang digantung dengan kaki di atas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka. Aku bertanya, ‘Siapa mereka?’ Keduanya menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka (Sebelum tiba waktu berbuka puasa).” (H.R An-Nasa'i,  Ibnu Hibban dan Al-Hakim).
Hadis tersebut dengan jelas menggambarkan ganjaran yang akan diterima kelak bagi mereka yang membatalkan puasa. Memang ada beberapa hal yang tidak sampai pada tahap batalnya puasa secara fisik tapi mampu mengurangi nilai puasa itu sehingga orang yang berpuasa tidak mendapatkan manfaat dari puasa itu selain lapar dan dahaga saja. Misalnya emosional, marah-marah, menggunjing, fitnah, hasad, iri, dengki dan penyakit hati lainnya.
Persoalannya akan menjadi lain ketika makan atau minum itu dilakukan dengan tidak sengaja atau lupa. Tentu saja hal itu tidak membatalkan dan puasanya masih bisa dilanjutkan sampai waktunya berbuka. Hal ini dikuatkan dengan sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra.: bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan berpuasa, kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hal itu karena sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum " (H.R. Al-Jama'ah kecuali An-Nasai). Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menghukum ummatku karena tersalah, lupa atau dipaksa atasnya” (H.R. al-Hakim, ibn Hazm dan Daruquthni)
Jadi kawula muda, beraktifitas boleh, namun jangan sampai melalaikan apalagi membatalkan puasa yang sedang kita jalani karena konsekuensinya berat. Pandai-pandailah untuk mengatur agenda kegiatan agar tidak mengganggu ibadah puasa kita. Wallahu a’lam.:) (Manado Post, Juli 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar