Sabtu, 11 April 2020

STADSKLOK JOGJA


Image may contain: one or more people, selfie, hat, outdoor and closeup
Sepertinya tidak banyak orang yang memperhatikan tugu berbentuk jam ini (aku termasuk di bagian ini…apalagi jaman menjadi anak kos era 90-an dan bukan mahasiswa sejarah…) Hal ini mungkin karena tugu ini terlihat biasa-biasa saja, dan kurang mendapat perhatian...(terlebih tugu ini gak suka caper..hehehe) Namun sesungguhnya tugu ini memiliki historical story yang menarik. Setelah dua dekade aku baru menyadari bahwa penanda waktu bagi masyarakat Jogja ini ternyata menjadi tonggak sejarah dan ikut menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Kota Yogyakarta, yang menjadi bagian penting sejarah Republik Indonesia.
Menelusuri sejarahnya, Stadsklok atau masyarakat Jogja menyebutnya Ngejaman, didirikan pada 1916 oleh masyarakat Belanda untuk memperingati satu abad kembalinya Pemerintahan Kolonial Belanda dari Pemerintahan Inggris yang pernah berkuasa di Jawa pada awal abad 19 (1811 – 1816).
Tinggi alas jam ini sekitar 1,5 meter, diukur dari permukaan jalan. Diameter jam berukuran 45 cm. Dahulu jam ini bergerak dengan sistem pegas yang harus diputar setiap waktu tertentu. Warga sekitar Ngejaman secara bergantian memutar pegas jam tersebut, agar jam tetap hidup dan bermanfaat bagi masyarakat. Kini untuk tetap hidup, jam itu harus disambungkan listrik.
Letaknya masih di kawasan Malioboro, terutama yang lintas dekat masuk ke Keraton Ngayogyakarta. Tepatnya  di depan Gereja Protestan, sebelah Utara Gedung Agung atau di samping kiri persis bangunan Istana Negara tersebut. Ngejaman dahulu memang berbeda dengan sekarang, tidak ada trotoar seperti yang terlihat sekarang, namun fungsinya tetap sama sebagai penanda waktu bagi masyarakat Jogja.
So, kamu yang ada di Jogja, dan yang akan berada di Jogja, tempat ini sejatinya mengasyikkan apalagi yg hobi berfoto meski masih kalah popular dengan Tugu atau Plengkung Gading, yang dijadikan obyek untuk narsis…Jika aku menginspirasimu dengan postingan ini, maka bersegeralah karena kesempatan di Jogja tidak akan datang kedua kalinya…hehehe
#tripofkakippy


ALUN-ALUN KIDUL JOGJA


Image may contain: 3 people, including Supriadi and Ibrahim Arasj, outdoor

Saat masih tinggal di komplek Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, bisa dibilang beberapa kali menelusuri kawasan bagian Selatan dengan sepeda… meskipun hanya sepeda pinjaman…ini jaman anak kos era 90-an yang masih jalan kaki..hehehe.

Salah satu destinasi yang biasa dituju ketika malam minggu adalah Alun-alun Selatan atau dikenal juga dengan Alkid (Alun-alun Kidul). Dari arah Krapyak kira-kira hanya sekitar 1,8 km. Jika menggunakan sepeda sekitar 10 sampai 15 menit sudah tiba di lokasi. Sebelum memasuki Alkid akan melewati Plengkung Gading. Tempat ini banyak menawarkan beragam jajanan pinggiran yang murah meriah. Cilok, gorengan, tahu gejrot, bakso bakar, warung makan pinggiran hingga angkringan ada di sini. Satu yang selalu ingin aku nikmati sambil duduk-duduk menikmati malam adalah Wedhang Ronde…(ibu Nurwe kenal bingits minuman ini…mungkin sejenis juga dengan wedhang Uwuh, minuman anget2 dengan rempahnya…) Ini adalah minuman hangat khas dari Jogja yang disukai banyak orang, apalagi berkhasiat dapat menghangatkan badan. Semangkuk wedang ronde pada umumnya dihargai kurang lebih dua ratus rupiah (masa itu), kl sekarang mungkin sekira tujuh ribu rupiah hingga sepuluh ribu rupiah.., Hmm rasanya pancen oke. Sederhana sih, kuahnya yang hangat terbuat dari jahe yang bisa sedikit melegakan tenggorokan. Trus, ada isinya untuk pelengkap wedang ronde terdiri dari kacang tanah, sagu mutiara, roti tawar, ronde, kolang kaling dan lain sebagainya. Pokoknya begitu pas dan lezat…
Di alun-alun Kidul era 90-an belum ada odong-odong seperti sekarang dengan berbagai macam bentuk variasinya dan harga beragam. Masa itu, bawa sendiri sapu tangan, jika tidak bawa sendiri, sewa aja penutup mata untuk atraksi MASANGIN, sebuah permainan yang dilakukan dengan cara menutup mata seseorang lalu membiarkannya untuk berusaha berjalan dengan goal mampu melewati area di sekitar dua pohon beringin yang berada di tengah alun-alun. Meski terlihat mudah, tidak semua orang mampu melakukannya. Mitosnya, konon jika bisa melewati dua beringin tersebut, berarti hatinya bersih dan segala keinginannya akan terkabul…meski sudah tau itu hanyalah sebuah mitos, namun tetap saja banyak orang yang melakukannya sebagai sebuah permainan…

GEDUNG AGUNG YOGYAKARTA

Image may contain: one or more people, cloud, sky and outdoor

Tidak semua orang yang berkunjung ke Jogja pernah memasuki tempat ini, meskipun lokasi ini dibuka sejak Senin hingga Sabtu, kecuali hari Minggu dan Libur Nasional. Aku termasuk salah satunya..hehehe...sekian lama menetap di Jogja sebagai anak kos era 90-an, tak sekalipun pernah masuk ke dalam bangunan ini...mungkin tidak pernah terpikirkan dan tidak pernah punya niat untuk ke sini, apalagi untuk foto-foto...hahaha...aku harus konfirmasi beberapa teman seperjuangan seperti
Broer Amran
dan
Amin Husain
hahaha.. Tapi jangan tanya berapa kali lewat sini ya...selalu always karena letaknya di pusat kota Jogja, berseberangan dengan bangunan Benteng Vredeburg dan masih satu komplek dengan bangunan-bangunan tua lainnya di Jogja..hehehe...
Bangunan inilah yang menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut juga Gedung Negara.
Secara historis, (dari berbagai sumber) pada 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi dimana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan demikian gedung utama menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya Jepang.
Pada 6 Januari 1946, Kota Gudeg ini menjadi ibu kota baru Republik Indonesia yang masih muda dan istana itu berubah menjadi Istana Kepresidenan, tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan sebagai pucuk pimpinan angkatan perang Republik Indonesia pada 3 Juli 1947.
Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda dibawah pimpinan Jenderal Spoor, Presiden, Wakil Presiden dan para pembesar lainnya diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke Istana Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi tempat tinggal sehari-hari Presiden.
Istana Yogyakarta atau Gedung Agung, sama halnya dengan istana Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia. Selain itu juga sebagai tempat menerima atau menginap tamu-tamu negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini digunakan sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dan penyelenggaraan Parade Senja setiap tanggal 17 yang dimulai 17 April 1988.

Rabu, 01 April 2020

PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN DAN K.H. HASYIM ASY'ARI


KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan Pendiri NU dan Muhammadiyah ...
KH. Ahmad Dahlan dapat dikatakan sebagai tokoh pembaharuan dalam Islam di Indonesia. Beliau banyak mempelajari ilmu secara otodidak, misalnya berbagai ilmu agama seperti ilmu fiqih, ilmu nahwu, ilmu falaq, dan ilmu hadits. Dari berbagai ilmu yang dipelajarinya menjadikan tumbuhnya sifat KH. A. Dahlan yang arif dan tajam pemikirannya serta memiliki pandangan yang jauh ke depan. Diantara pokok-pokok pemikiran beliau adalah:

Pertama, dalam bidang aqidah, pandangan beliau sejalan dengan pandangan dan pemikiran ulama’ salaf.
Kedua, menurut beliau bahwa beragama itu adalah beramal; artinya berkarya dan berbuat sesuatu, melakukan tindakan sesuai dengan isi pedoman al-Qur’an dan as-Sunnah. Orang yang beragama ialah oaring menghadapkan jiwanya dan hidupnya kepada Allah yang dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan seperti rela berkorban baik harta benda miliknya dan dirinya., serta bekerja dalam kehidupannya untuk Allah.
Ketiga, dasar pokok hukum islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika keduanya tidak ditemukan kaidah hukum yang eksplisit maka ditentukan berdasarkan kepada penalaran dengan mempergunakan berpikir logis serta ijma’ dan qiyas.
Keempat, terdapat jalan untuk memahami al-Qur’an yaitu: memahami artinya, memahami maksudnya, selalu bertanya kepada diri sendiri, apakah larangan dan perintah agama yang telah diketahui sudah ditinggal dan perintah agamanya telah dikerjakan, serta tidak mencari ayat lain sebelum dikerjakan.
Kelima, beliau menyatakan bahwa tindakan nyata adalah wujud kongkrit dari penterjemahan al-Qur’an yang dilandasi dengan kemampuan akal pikiran (ilmu logika).
Keenam, beliau memiliki pedoman hidup untuk selalu menanamkan gerak hati untuk selalu maju dengan landasan moral dan keikhlasan dalam beramal.
Ketujuh, selalu melek ilmu pengetahuan yang selalu berkembang sesuai zamannya.

Adapun menurut R.H Hadijid, sebagaimana dalam bukunya Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran KH. A. Dahlan dan Muhammadiyah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h.11-12 disebutkan ada terdapat tujuh kerangka pemikiran KH. Ahmad Dahlan:

Pertama, Ulama’ adalah orang yang berilmu dan hatinya hidup, serta mengembangkan ilmunya dengan ikhlas karena keikhlasan dilukiskan sebagai seseorang yang mengerti hakikat hidup.
Kedua, Untuk mencari kebenaran, oerang tidak boleh merasa benar sendiri. Oleh karena itu orang tersebut harus berani berdialog dan diskusi dengan semua pihak walaupun dengan orang atau golongan yang bertentangan dan berbeda pendapat.
Ketiga, Bersedia merubah pemikiran dengan sikap terbuka. Orang yang bersikap terbuka tidak akan mengikatkan diri kepada tradisi dan rutinitas.
Keempat, Dalam mencapai hidup, manusia harus bekerjasama dan dengan mempergunakan akal.
Kelima, Cara mengambil keputusan yang benar harus dilakukan dengan kesediaan mendengarkan segala pendapat, berdiskusi dan membandingkan serta menimbang baru kemudian memutuskan sesuai akal fikiran.
Keenam, Berani mengorbankan harta benda dan milik untuk membela dan menegakkan kebenaran.
Ketujuh, Mempelajari teori-teori pengetahuan dan keterampilan melalui proses bertingkat.

K.H. Hasyim Ay'ari pendiri Nahdatul Ulama juga dikenal sebagai salah satu Tokoh Pembaharuan di Indonesia dengan inti pemikirannya sebagai berikut:
1) Teologi, dalam ini dia mengatakan ada tiga tingkatan dalam mengartikan tuhan (tahwid), tingkatan pertama pujian terhadap keesaan tuhan hal ini dimiliki oleh orang awam, tingkatan kedua meliputi pengetahuan dan pengertian mengenai keesaan tuhan hal ini dimiliki oleh Ulama’, tingkatan ketiga tumbuh dari perasaan terdalam mengenai hakim agung dan hal ini dimiliki oleh para Sufi.

(2) Ahlussunnah wal Jama’ah, Hasyim Asy’ari menerima doktrin ini karena sesuai dengan tujuan NU khususnya yang berkaitan dengan dengan membangun hubungan ‘ulama’ Indonesia yaitu mengikuti salah satu madzhab sunni dan menjaga kurikulum pesantren agar sesuai dengan prinsip-prinsipAhlussunnah wal Jama’ah yang berarti mengikuti ajaran nabi Muhammad dan perkataan ulama’.

(3) Tasawwuf, secara garis besar pemikiran tasawwuf KH Hasyim Asy’ari bertujuan memperbaiki prilaku umat islam secara umum serta sesuai dengan prinsip prinsip ajaran islam, dan dalam banyak hal pemikirannya banyak dipengarui oleh pemikiran Al-Ghazali.

(4) Fiqh, dalam hal ini ini beliau menganut aliran madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.

(5) Pemikiran Politik, pada dasarnya pemikiran politik Hasyim Asy’ari  mengajak kepada semua umat islam untuk membangun dan menjaga persatuan, menurutnya pondasi politik pemerintahan islam itu mempunyai tiga tujuan yaitu: memberi persamaan bagi setiap muslim, melayani kepentingan rakyat dengan cara perundingan, menjaga keadilan