Misi penting yang dibawa Nabi Muhammad saw. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sebuah misi yang sangat mulia dan tidak semua orang mampu untuk mengemban amanah ini. Kondisi geografis dan sosiologis bangsa Arab yang luar biasa “minus” di masa itu sungguh menjadi perpaduan komplit beratnya perjuangan Nabi Muhammad saw. Namun karena bimbingan Allah jualah, karakter masyarakat jahiliyah itu mampu berubah bahkan mengubah tatanan dunia hanya dalam dua dekade.
Setiap syariat yang diturunkan Allah untuk manusia melalui
utusanNya pasti mengandung hikmah dan pelajaran berharga di dalamnya. Ungkapan
dibalik sunah ada kejayaan bukanlah pameo semata karena memang banyak fakta
empiris yang menunjukkan hal itu. Allah Swt. menurunkan syariat puasa kepada
Nabi Muhammad saw. untuk dilaksanakan oleh umatnya adalah menjadi bagian dari best
practice yang akan membawa manfaat sebesar-besarnya untuk manusia. Dari
sisi ini sudah bisa diambil pelajaran bahwa “Khairun naas anfa’uhum linnaas”
sungguh terus dikawal oleh Allah agar hambanya benar-benar mampu memberi
manfaat bagi kehidupan alam semesta.
Sebuah keniscayaan yang tak bisa dipungkiri bahwa Allah adalah Sang
Maha Mendidik. Dia senantiasa mengajarkan proses dalam menggapai tujuan dan
bukan mendapatkannya secara instan. Artinya, setelah menetapkan tujuan, maka
manusia harus berusaha menggapai tujuan itu melalui sebuah proses. Disinilah
Allah yang juga dikenal dengan “Rabb” memberikan pendidikan untuk manusia yang
mau memanfaatkan fungsi pikirnya.
M. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah Kesan, Pesan,
dan Keserasian Al-Qur’an menyebutkan bahwa kata Rabb seakar dengan
kata tarbiyah yaitu mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju
kesempurnaan kejadian dan fungsinya. Muhammad Rasyid Ridha menyebutkan dalam Tafsir
Surah al-Fatihah wa Sittu suwar min khawatim al-Qur’an menyebutkan bahwa ada
dua jenis pemeliharaan (tarbiyah) Allah terhadap manusia. Pertama Tarbiyah
khalqiyah (pemeliharaan fisikal) yaitu menumbuhkan dan meyempurnakan bentuk
tubuh, serta memberikan daya jiwa dan akal. Kedua, tarbiyah syar’iyah
ta’limiyah (pemeliharaan syari’at dan pengajaran), yaitu menurunkan wahyu
kepada salah seorang di antara mereka untuk menyempurnakan fitrah manusia
dengan ilmu dan amal.
Betapa tidak,
sebulan penuh Allah swt mendidik manusia yang beriman pada ranah afektif agar
menjadi pintar merasa dan bukan merasa pintar. Rasa lapar dan dahaga serta
kemampuan mengekang nafsu menjadi upaya memunculkan rasa empati, kepekaan, dan
kepedulian yang tinggi terhadap sesama manusia bahkan alam semesta. Boleh jadi
orang yang berpuasa hanya merasa lapar dan haus sehari saja, sementara di luar
sana ada banyak orang yang menahan lapar selama berhari-hari. Saling berbagi
antar sesama menjadi syariat penting dengan ganjaran pahala berlipat agar makin
terasah kepekaan sosial terhadap sesama. Inilah proses pendidikan dan latihan
yang Allah turunkan agar manusia tetap terjaga kualitas sosialnya.
Pada ranah
kognitif, Ramadhan menjadi sebuah momentum untuk melakukan evaluasi. Teori Bloom menunjukkan bahwa tingkatan kognitif paling tinggi
adalah mampu mengevaluasi. Karenanya, Ramadhan sebagai salah satu kesempatan
emas bagi orang beriman hendaknya mampu mendorong pelaksananya untuk memikirkan
secara evaluatif dari kegiatan ramadhannya. Ramadhan dari aspek ini mengajarkan
kepada semua agar mampu melakukan evaluasi dalam rangka perbaikan. Munculkan
pertanyaan-pertanyaan dalam diri sebagai bahan evaluasi, misalnya “Apakah
Ramadhan memberikan kesan positif bagi diri pribadi?” “Mampukah Ramadhan
mengubah prilaku individu menjadi lebih baik?” “Apakah Ramadhan kali ini
memberi kesan bermakna dalam hidup?” serta pertanyaan-pertanyaan lain yang
menggugah setiap individu agar mulai berbenah.
Jika dilihat pada aspek psikomotor maka sesungguhnya ibadah Ramadhan mampu mendorong umat Islam untuk memperbanyak variasi ibadah dengan berbagai bentuknya, Ada banyak varian ibadah yang dituntunkan Nabi Muhammad saw. mulai dari ibadah individual maupun ibadah sosial. Baik yang ringan, sederhana hingga yang berat sekalipun. Selain itu, Ramadhan juga mampu menghidupkan malam-malamnya dengan bacaan-bacaan al-Qur'an dan shalat-shalat Sunnah. Aktivitas positif Ramadhan di berbagai tempat itu, seharusnya dapat pula berjalan hingga awal-awal bulan syawal, bahkan harus mampu hidup di setiap bulan. Sehingga pada akhirnya, manusia-manusia beriman itu bisa meraih derajat taqwa sebagai tujuan puasa itu dan menjadi pemenang di Idul Fitri. Dengan begitu ia tidak saja menjadi hamba Ramadhaniyun yang ibadahnya hanya tampak pada bulan Ramadhan saja, tapi mampu menjadi hamba yang Rabbaniyun dimana aktifitas spiritualnya melampaui Ramadhan.
Hadirnya Ramadhan merupakan jalan untuk memulihkan perilaku-perilaku negatif dan membentuk insan yang memiliki akhlak mulia, seperti kejujuran, disiplin, kesabaran, amanah, silaturahmi dan kesungguhan dalam beraktivitas, berempati, pengendalian diri dan solidaritas sosial. Nilai-nilai tersebut akan menjadi hiasan bagi mereka yang berpuasa dengan benar dan tulus ikhlas, serta menjadi best practice dalam kehidupan individual. Hasilnya akan adalah muncul karakter positif dan akhlak mulia. Di Madrasah Ramadhan Allah memberikan pelatihan dan pendidikan selama sebulan penuh untuk melakukan proses internalisasi nilai-nilai positif yang ditransformasikan kepada mereka yang berpuasa. Semuanya berimplikasi dalam sikap keseharian, baik di rumah, kantor maupun masyarakat. (Penulis adalah Staf Pengajar SMA Negeri 1 Manado, alumni IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Alauddin Makassar, pernah belajar di The University of Adelaide, South Australia)