Al-Asmā’u al-Husnā artinya adalah
nama-nama yang baik dan indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti
keagungan-Nya. Nama-nama Allah Swt. yang agung dan mulia itu merupakan suatu
kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan keagungan-Nya.
Dalam al-Asmā’u al-¦usnā terdapat
sifat-sifat Allah Swt. yang wajib dipercayai kebenarannya dan dijadikan
petunjuk jalan oleh orang yang beriman dalam bersikap dan berperilaku.
Orang yang beriman akan
menjadikan tujuh sifat Allah Swt. dalam al-Asmā’u al-Husnā sebagai pedoman
hidupnya, dengan berperilaku: adil, pemaaf, bijaksana, menjadi pemimpin yang
baik, selalu berintrospeksi diri, berbuat baik dan berkasih sayang, bertakwa,
menjaga kesucian, menjaga keselamatan diri, berusaha menjadi orang yang
terpercaya, memberikan rasa aman pada orang lain, suka bersedekah, dan
sebagainya.
Menurut bahasa, aurat berati
malu, aib, dan buruk. Kata aurat berasal dari kata awira yang artinya hilang
perasaan. Jika digunakan untuk mata, berarti hilang cahayanya dan lenyap
pandangannya. Pada umumnya, kata ini memberi arti yang tidak baik dipandang,
memalukan dan mengecewakan. Menurut istilah dalam hukum Islam, aurat adalah
batas minimal dari bagian tubuh yang wajib ditutupi karena perintah Allah Swt.
Adapun batasan aurat bagi
laki-laki adalah mulai dari pusar sampai ke bawah lutut. Sedangkan aurat
perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Menerapkan Perilaku Mulia
Mengenakan busana yang sesuai
dengan syari’at Islam bertujuan agar manusia terjaga kehormatannya. Ajaran
Islam tidak bermaksud untuk membatasi atau mempersulit gerak dan langkah
umatnya. Justru dengan aturan dan syari’at tersebut, manusia akan terhindar
dari berbagai kemungkinan yang akan mendatangkan bencana dan kemudaratan bagi
dirinya.
Berikut ini beberapa perilaku
mulia yang harus dilakukan sebagai pengamalan berbusana sesuai syari’at Islam,
baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
1. Sopan-santun dan ramah-tamah
Sopan-santun dan ramah-tamah
merupakan ciri mendasar orang yang beriman. Mengapa demikian? Karena ia
merupakan salah satu akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai
teladan dan panutan. Rasulullah adalah orang yang santun dan lembut
perkataannya serta ramah-tamah perilakunya. Hal itu ia tunjukan bukan saja
kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, tetapi kepada orang lain bahkan kepada
orang yang memusuhinya sekalipun.
2. Jujur dan amanah
Jujur dan amanah adah sifat
orang-orang beriman dan saleh. Tidak akan keluar perkataan dusta dan perilaku
khianat jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah Swt. Orang yang
membiasakan diri dengan hidup jujur dan amanah, maka hidupnya akan diliputi
dengan kebahagiaan. Betapa tidak, banyak orang yang hidupnya gelisah dan
menderita karena hidupnya penuh dengan dusta.
Dusta adalah seburuk-buruk
perkataan.
3. Gemar beribadah
Beribadah adalah kebutuhan ruhani
bagi manusia sebagaimana olah raga, makan, minum, dan istirahat sebagai
kebutuhan jasmaninya. Karena ibadah adalah kebutuhan, maka tidak ada alasan
orang yang beriman untuk melalaikan atau meninggalkannya. Malahan, ia akan
dengan senang hati melakukannya
tanpa ada rasa keterpaksaan
sedikitpun.
4. Gemar menolong sesama
Menolong orang lain pada
hakikatnya menolong diri sendiri. Bagi orang yang beriman, menolong dengan niat
ikhlas karena Allah Swt. semata akan mendatangkan rahmat dan karunia yang tiada
tara. Berapa banyak orang yang gemar membantu orang lain hidupnya mulia dan
terhormat. Namun sebaliknya, bagi orang-orang yang kikir dan enggan membantu
orang lain, dapat dipastikan ia akan mengalami kesulitan hidup di dunia ini.
Tolonglah orang lain, niscaya pertolongan akan datang kepadamu meskipun bukan
berasal dari orang yang kamu tolong!
5. Menjalankan amar makruf dan
nahi munkar
Maksud amar makruf dan nahi
munkar adalah mengajak dan menyeru orang lain untuk berbuat kebaikan dan
mencegah orang lain melakukan kemunkaran/kemaksiatan. Hal ini dapat dilakukan
dengan efektif jika ia telah memberikan contoh yang baik bagi orang lain yang
diserunya. Tugas mulia tersebut haruslah dilakukan oleh setiap orang yang
beriman. Ajaklah orang lain berbuat kebaikan dan cegahlah ia dari kemunkaran!
Dalam bahasa Arab, kata jujur
semakna dengan “aś-śidqu” atau “śiddiq” yang berarti benar, nyata, atau berkata
benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kazibu”. Secara
istilah, jujur atau aś-śidqu bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan
perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi
dan kenyataan; (3) ketegasan dan
kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.
Jujur adalah perilaku yang sangat
mulia. Ia adalah sifat yang wajib dimiliki oleh para nabi dan rasul Allah swt.
sehingga separuh gelar kenabian akan disandangkan kepada orang-orang yang
senantiasa menerapkan perilaku jujur. Penerapan perilaku jujur dalam kehidupan
sehari-hari baik di lingkungan keluarga,sekolah, maupun masyarakat misalnya
seperti berikut:
1. Meminta izin atau berpamitan
kepada orang ketika akan pergi ke mana pun.
2. Tidak meminta sesuatu di luar
kemampuan kedua orang tua.
3. Mengembalikan uang sisa
belanja meskipun kedua orang tua tidak mengetahuinya.
4. Melaporkan prestasi hasil
belajar meskipun dengan nilai yang kurang memuaskan.
5. Tidak memberi atau meminta
jawaban kepada teman ketika sedang ulangan atau ujian sekolah.
6. Mengatakan dengan sejujurnya
alasan keterlambatan datang atau ketidakhadiran ke sekolah.
7. Mengembalikan barang-barang
yang dipinjam dari teman atau orang lain meskipun barang tersebut tampak tidak
begitu berharga.
8. Memenuhi undangan orang lain
ketika tidak ada hal yang dapat menghalanginya.
9. Tidak menjanjikan sesuatu yang
kita tidak dapat memenuhi janji tersebut.
10. Mengembalikan barang yang
ditemukan kepada pemiliknya atau melalui pihak yang bertanggung jawab.
11. Membayar sesuatu sesuai
dengan harga yang telah disepakati.
Al-Qur’an adalah firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantaraan malaikat Jibril
secara berangsur-angsur selama 22 tahun 22 bulan dan 22 hari dalam bahasa Arab
dan membacanya adalah ibadah serta menjadi pedoman bagi umat manusia.
alHadis adalah “Segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
pernyataan (taqrir) dan sebagainya
Ada tiga fungsi hadis terhadap
al-Qur’an yaitu
1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang
terdapat dalam Al-Qur’an.
2. Menguraikan dan merincikan yang
global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan mentakhsiskan yang umum(‘am),
Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki
Al-Qur’an.
3. Menetapkan dan
mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.
Bentuk-bentuk ijtihad
1.
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli
ijtihad dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat
adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu Ilahi yang berbentuk lembaranlembaran
terpisah menjadi sebuah mushaf al-Qur’an yang seperti kita saksikan sekarang
ini.
2.
Qiyas adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat
dalam al-Qur’an atau hadis dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’an
dan hadis karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah
mengharamkan hukum minuman keras selain khamr seperti brendy, wisky, topi
miring, vodka, dan narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan
khamr, yaitu memabukkan.
3.
Masholihul mursalah artinya penetapan hukum yang menitikberatkan pada
kemanfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at
Islam. Misalkan seseorang wajib mengganti atau membayar kerugaian atas kerugian
kepada pemilik barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah
ditetapkan.
4.
Istihsan, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap masalah ijtihadiyah berdasarkan
prinsip-prinsip kebaikan. Misalnya: Dokter laki-laki melihat aurot wanita yang
bukan muhrimnya saat wanita tersebut akan melahirkan anaknya.
1. Ketika Nabi
Muhammad saw. menerima wahyu pertama, yaitu ayat 1-5 surah al-‘Alaq pada
tanggal 17 Rama«an, sejak itu ia diangkat menjadi nabi. Ketika ia menerima ayat
1-7 surah al-Muddatsir, ia pun diangkat menjadi rasul. Setelah itu,
wahyu terputus. Nabi Muhammad saw. merasa gelisah dan bertanya-tanya, apa yang
harus disampaikan, bagaimana menyampaikannya, dan kepada siapa disampaikan?
Dalam kegelisahannya, turunlah surah ad-Duha
2. Pada awalnya Nabi saw.
berdakwah secara rahasia dan hanya mengajak orangorang terekat saja. Orang
pertama yang menerima dakwah Nabi adalah Khadijah, istrinya, kemudian Ali bin
Abi °alib, sepupunya, dan Zaid bin Hari¡ah, bekas budaknya. Sementara itu,
laki-laki dewasa yang pertama memeluk Islam adalah Abu Bakar bin Quhafah.
Melalui ajakan Abu Bakar, beberapa orang menerima ajakannya, yaitu Usman bin ‘Affan,
Abdur Rahman bin ‘Auf, Talhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubair bin
‘Awwam. Setelah itu, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah dan beberapa penduduk Mekah turut
pula menyatakan
keislamannya dan menerima ajaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Kegiatan dakwah secara rahasia ini berlangsung
selama tiga tahun.
3. Setelah perintah Allah Swt.
turun melalui Surah asy-Syu’arā/26:214-216dan Surah al-Hijr/15:94, Nabi
saw. pun melakukan dakwah secara terang-terangan (terbuka). Nabi Muhammad saw.
mengumpulkan keluarganya di rumahnya. Setelah selesai makan, ia pun
menyampaikan maksudnya. Tiba-tiba Abu Jahal menghentikan pembicaraan Nabi dan
mengajak orang-orang untuk meninggalkan tempat. Keesokan harinya, Nabi kembali
megundang keluarganya. Setelah makan, Nabi pun menyampaikan maksudnya dan
kembali Abu Jahal mengacaukan suasana dan mereka yang hadir pun tertawa. Dalam keadaan
riuh itu, Ali bin Abi Talib bangkit dan berkata, “Wahai Rasulullah! Saya akan
membantu Anda, saya adalah lawan bagi siapa saja yang menentangmu.”
4. Gagal mengajak kerabatnya,
Nabi pun mengalihkan dakwahnya kepada masyarakat Quraisy. Ia naik ke bukit Śafa
dan menyeru manusia. Orang-orang pun berkumpul dan Nabi Muhammad saw. pun
menyampaikan dakwahnya. Tiba-tiba Abu Jahal berteriak, “Celakalah engkau, hai
Muhammad! Apakah
karena ini engkau mengumpulkan
kami?” Nabi Muhammad hanya terdiam sambil memandangi pamannya. Sesaat kemudian
turunlah surah al-Lahab.
5. Dakwah Nabi mendapatkan
tantangan dan perlawanan dari Quraisy. Nabi dan sahabat-sahabatnya diejek,
dicaci, dan disiksa. Tidak cukup sampai di situ, mereka juga membujuk Nabi dan
menawarkan kekayaan, kehormatan, dan jabatan. Setelah ejekan, siksaan, dan
ancaman tidak dapat mencegah dakwah
Nabi, orang-orang Quraisy
memboikot Nabi dan sahabat-sahabatnya. Untuk menghindari siksaan, Nabi
memerintahkan sahabatnya hijrah ke Abisinia.
6. Setelah orang-orang Quraisy
tidak mau menerima dakwah Nabi, ia pun mengalihkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah
Arab di luar Quraisy. Nabi mencoba mengajak orang-orang °aif, namun ia
ditolak, bahkan diejek, diusir, dan dilempari. Nabi tidak berputus asa. Ia
terus menyampaikan dakwahnya
kepada kabilah-kabilah Arab
yang datang berziarah ke Mekah setiap tahunnya. Dakwah Nabi mendapat
sambutan dari orang-orang Madinah dan Nabi pun mengadakan Perjanjian Aqabah (pertama
dan kedua). Setelah Perjanjian Aqabah kedua, Nabi pun berhijrah ke
Madinah.
7. Dakwah Nabi di Mekah
berlangsung selama 13 tahun. Selama itu Nabi menanamkan nilai-nilai tauhid dan
mengajarkan akhlak mulia. Nilai-nilai ketauhidan ini membuat Nabi dan
sahabat-sahabatnya tangguh menghadapi berbagi kesulitan dan rintangan serta
tetap bersemangat menyampaikan kebenaran.