1. Al-Asmā’u
al-Husnā artinya
adalah nama-nama yang baik dan indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt.
sebagai bukti keagungan-Nya. Nama-nama Allah Swt. yang agung dan mulia itu
merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan keagungan-Nya.
2. Dalam al-Asmā’u al-¦usnā terdapat
sifat-sifat Allah Swt. yang wajib dipercayai kebenarannya dan dijadikan
petunjuk jalan oleh orang yang beriman dalam bersikap dan berperilaku.
3. Orang yang beriman akan menjadikan tujuh
sifat Allah Swt. dalam al-Asmā’u al-Husnā sebagai pedoman hidupnya,
dengan berperilaku: adil, pemaaf, bijaksana, menjadi pemimpin yang baik, selalu
berintrospeksi diri, berbuat baik dan berkasih sayang, bertakwa, menjaga
kesucian, menjaga keselamatan diri, berusaha menjadi orang yang terpercaya,
memberikan rasa aman pada orang lain, suka bersedekah, dan sebagainya.
4. Al-Karim mempunyai arti Yang
Mahamulia, Yang Mahadermawan atau Yang Maha Pemurah. Allah Mahamulia di atas
segala-galanya, sehingga apabila seluruh makhluk-Nya tidak ada satu pun yang
taat kepada-Nya, tidak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan-Nya.
5. al-Mu’min dapat dimaknai Allah
sebagai Maha Pemberi rasa aman bagi makhluk ciptaan-Nya dari perbuatan zalim.
Allah adalah sumber rasa aman dan keamanan dengan menjelaskan sebab-sebabnya.
6. Al-Wakil mempunyai arti Yang Maha
Pemelihara atau Yang Maha Terpercaya. Allah memelihara dan menyelesaikan segala
urusan yang diserahkan oleh hamba kepada-Nya tanpa membiarkan apa pun
terbengkalai.
7. Al-Matin berarti bahwa Allah
Mahasempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip
sifat-sifat-Nya, tidak akan Allah melemahkan suatu sifat-Nya. Allah juga
Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya.
8. Al-Jāmi’ berarti Allah Maha
Mengumpulkan dan mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan segala sesuatu yang ada
di langit dan di bumi. Kemampuan Allah SWT tersebut tentu tidak terbatas
sehingga Allah mampu mengumpulkan segala sesuatu, baik yang serupa maupun yang
berbeda, yang nyata maupun yang gaib, yang terjangkau oleh manusia maupun yang
tidak bisa dijangkau oleh manusia, dan lain sebagainya.
9. Al-Adl berarti Mahaadil. Keadilan
Allah SWT bersifat mutlak, tidak dipengaruhi apa pun dan siapa pun. Allah
Mahaadil karena Allah selalu menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya,
sesuai dengan keadilan-Nya yang Mahasempurna.
10. Al-Ākhir berarti zat Yang Maha Akhir.
Maha Akhir di sini dapat diartikan bahwa Allah Swt. adalah Zat yang paling
kekal. Tidak ada sesuatu pun setelah-Nya. Tatkala semua makhluk, bumi seisinya
hancur lebur, Allah Swt. tetap ada dan kekal.
Memahami Makna
Busana Muslim/Muslimah dan Menutup Aurat
1. Makna Aurat
Menurut bahasa, aurat
berati malu, aib, dan buruk. Kata aurat berasal dari kata awira yang
artinya hilang perasaan. Jika digunakan untuk mata, berarti hilang cahayanya
dan lenyap pandangannya. Pada umumnya, kata ini memberi arti yang tidak baik
dipandang, memalukan dan mengecewakan. Menurut istilah dalam hukum Islam, aurat
adalah batas minimal dari bagian tubuh yang wajib ditutupi karena perintah
Allah Swt.
2. Makna Jilbab dan Busana
Muslimah
Secara etimologi,
jilbab adalah sebuah pakaian yang longgar untuk menutup seluruh tubuh perempuan
kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam bahasa Arab, jilbab dikenal dengan
istilah khimar, dan bahasa Inggris jilbab dikenal dengan istilah veil.
Selain kata jilbab untuk menutup bagian dada hingga kepala wanita untuk menutup
aurat perempuan, dikenal pula istilah kerudung, Hijab,
dan sebagainya.
Pakaian adalah
barang yang dipakai (baju, celana, dan sebagainya). Dalam bahasa Indonesia,
pakaian juga disebut busana. Jadi, busana muslimah artinya pakaian yang dipakai
oleh perempuan. Pakaian perempuan yang beragama Islam disebut busana muslimah.
Berdasarkan makna tersebut, busana muslimah dapat diartikan sebagai pakaian
wanita Islam yang dapat menutup aurat yang diwajibkan agama untuk
menutupinya, guna kemaslahatan dan kebaikan wanita itu sendiri serta masyarakat
di mana ia berada.
Perintah menutup
aurat sesungguhnya adalah perintah Allah Swt. Yang dilakukan secara
bertahap. Perintah menutup aurat bagi kaum perempuan pertama kali
diperintahkan kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. agar tidak berbuat seperti
kebanyakan perempuan pada waktu itu (Q.S. al-Azzāb/33:
32-33). Setelah itu,
Allah Swt. memerintahkan kepada istri-istri Nabi saw. agar tidak berhadapan langsung
dengan laki-laki bukan mahramnya (Q.S. al-Ahzāb/33:53).
Selanjutnya,
karena istri-istri Nabi saw. juga perlu keluar rumah untuk mencari kebutuhan
rumah tangganya, Allah Swt. memerintahkan mereka untuk menutup aurat apabila
hendak keluar rumah (Q.S. al-Ahzāb/33:59).
Dalam ayat ini,
Allah Swt. memerintahkan untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri
Nabi Muhammad saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri
orang-orang yang beriman. Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana
muslimah adalah wajib hukumnya bagi seluruh wanita
yang beriman.
Menerapkan
Perilaku Mulia
Mengenakan
busana yang sesuai dengan syari’at Islam bertujuan agar manusia terjaga kehormatannya.
Ajaran Islam tidak bermaksud untuk membatasi atau mempersulit gerak dan langkah
umatnya. Justru dengan aturan dan syari’at tersebut, manusia akan terhindar
dari berbagai kemungkinan yang akan mendatangkan bencana dan kemudaratan bagi
dirinya.
Berikut ini
beberapa perilaku mulia yang harus dilakukan sebagai pengamalan berbusana
sesuai syari’at Islam, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat.
1.
Sopan-santun dan ramah-tamah
Sopan-santun dan ramah-tamah
merupakan ciri mendasar orang yang beriman. Mengapa demikian? Karena ia
merupakan salah satu akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai
teladan dan panutan. Rasulullah adalah orang yang santun dan lembut
perkataannya serta ramah-tamah perilakunya. Hal itu ia tunjukan bukan saja
kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya, tetapi kepada orang lain bahkan kepada
orang yang memusuhinya sekalipun.
2.
Jujur dan amanah
Jujur dan amanah
adah sifat orang-orang beriman dan saleh. Tidak akan keluar perkataan dusta dan
perilaku khianat jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah Swt. Orang
yang membiasakan diri dengan hidup jujur dan amanah, maka hidupnya akan
diliputi dengan kebahagiaan. Betapa tidak, banyak orang yang hidupnya gelisah
dan menderita karena hidupnya penuh dengan dusta.
Dusta adalah seburuk-buruk
perkataan.
3.
Gemar beribadah
Beribadah adalah
kebutuhan ruhani bagi manusia sebagaimana olah raga, makan, minum, dan
istirahat sebagai kebutuhan jasmaninya. Karena ibadah adalah kebutuhan, maka
tidak ada alasan orang yang beriman untuk melalaikan atau meninggalkannya.
Malahan, ia akan dengan senang hati melakukannya
tanpa ada rasa keterpaksaan
sedikitpun.
4.
Gemar menolong sesama
Menolong orang
lain pada hakikatnya menolong diri sendiri. Bagi orang yang beriman, menolong
dengan niat ikhlas karena Allah Swt. semata akan mendatangkan rahmat dan
karunia yang tiada tara. Berapa banyak orang yang gemar membantu orang lain
hidupnya mulia dan terhormat. Namun sebaliknya, bagi orang-orang yang kikir dan
enggan membantu orang lain, dapat dipastikan ia akan mengalami kesulitan hidup
di dunia ini. Tolonglah orang lain, niscaya pertolongan akan datang kepadamu
meskipun bukan berasal dari orang yang kamu tolong!
5.
Menjalankan amar makruf dan nahi munkar
Maksud amar
makruf dan nahi munkar adalah mengajak dan menyeru orang lain untuk
berbuat kebaikan dan mencegah orang lain melakukan kemunkaran/kemaksiatan.
Hal ini dapat dilakukan dengan efektif jika ia telah memberikan contoh yang
baik bagi orang lain yang diserunya. Tugas mulia tersebut haruslah dilakukan
oleh setiap orang yang beriman. Ajaklah orang lain berbuat kebaikan dan
cegahlah ia dari kemunkaran!
1. Menutup aurat adalah kewajiban
agama yang ditegaskan dalam al-Qur’ān maupun hadis Rasulullah saw.
2. Kewajiban menutup aurat disyari’atkan
untuk kepentingan manusia itu sendiri sebagai wujud kasih sayang dan perhatian
Allah Swt. terhadap kemaslahatan hamba-Nya di muka bumi.
3. Kewajiban bagi kaum mukminah untuk
mengenakan jilbab untuk menutup auratnya kecuali terhadap beberapa
golongan.
4. Dalam Q.S. al-A¥zāb/33:39 ditegaskan
perintah menggunakan jilbab dan memanjangkannya hingga ke dada, dengan tujuan
untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada setiap mukminah.
5. Hadis dari Ummu A¯iyyah berisi anjuran
kepada setiap muslimah untuk menghadiri śalat ‘´dul Fitri dan ‘´dul
Adha meskipun sedang haid atau dipingit. Sementara yang tidak memiliki
jilbab, dia bisa meminjamnya dari saudara seiman.
6. Allah Swt. berfirman dalam Q.S.
an-Nμr/24:31 untuk menjaga pandangan, memelihara kemaluan, dan tidak
menampakkan aurat, kecuali kepada: suami, ayah suami, anak laki-laki
suami, saudara laki-laki, anak laki saudara laki-laki, anak lelaki saudara
perempuan, perempuan mukminah, hamba sahaya, pembantu tua yang tidak lagi
memiliki hasrat terhadap wanita.
7. Allah Swt. memerintahkan setiap mukmin dan
mukminah di dua ayat ini untuk bertaubat untuk memperoleh keberuntungan.
MEMAHAMI MAKNA
KEJUJURAN
1. Pengertian
Jujur
Dalam bahasa
Arab, kata jujur semakna dengan “aś-śidqu” atau “śiddiq”
yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta,
atau dalam bahasa Arab ”al-kazibu”. Secara istilah, jujur atau aś-śidqu
bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara
informasi
dan kenyataan;
(3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak
dicampuri kedustaan.
2. Pembagian
Sifat Jujur
Imam al-Gazali membagi sifat
jujur atau benar (śiddiq) sebagai berikut.
a. Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu
tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain
dorongan karena Allah Swt.
b. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu
sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus
dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur.
Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang
sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati
janji termasuk jujur jenis ini.
c. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal
dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu
yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya.
Jujur adalah
sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta
maupun tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanat disebut al-Amin,
yakni orang yang terpercaya, jujur, dan setia. Dinamai demikian karena segala
sesuatu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk
gangguan, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat
jujur dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam segala aspek
kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan, perusahaan, dan
hidup bermasyarakat.
Di antara faktor
yang menyebabkan Nabi Muhammad saw. berhasil dalam membangun masyarakat Islam
adalah karena sifat-sifat dan akhlaknya yang sangat terpuji. Salah satu
sifatnya yang menonjol adalah kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir
hayatnya sehingga ia mendapa gelar al-Amin (orang yang dapat dipercaya
atau jujur).
Kejujuran akan
mengantarkan seseorang mendapatkan cinta kasih dan keridaan Allah Swt.
Sedangkan kebohongan adalah kejahatan tiada tara, yang merupakan faktor terkuat
yang mendorong seseorang berbuat kemunkaran dan menjerumuskannya ke jurang
neraka.
Kejujuran
sebagai sumber keberhasilan, kebahagian, serta ketenteraman, harus dimiliki
oleh setiap muslim. Bahkan, seorang muslim wajib pula menanamkan nilai
kejujuran tersebut kepada anak-anaknya sejak dini hingga pada akhirnya mereka
menjadi generasi yang meraih sukses dalam mengarungi
kehidupan.
Adapun kebohongan adalah muara dari segala keburukan dan sumber dari segala
kecaman karena akibat yang ditimbulkannya adalah kejelekan, dan hasil akhirnya
adalah kekejian. Akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan adalan namimah (mengadu
domba), sedangkan namimah dapat melahirkan kebencian. Demikian pula
kebencian adalah awal dari permusuhan.
Dalam permusuhan
tidak ada keamanan dan kedamaian. Dapat dikatakan bahwa, “orang yang sedikit
kejujurannya niscaya akan sedikit temannya.”
Menerapkan
Perilaku Mulia
Jujur adalah
perilaku yang sangat mulia. Ia adalah sifat yang wajib dimiliki oleh para nabi
dan rasul Allah swt. sehingga separuh gelar kenabian akan disandangkan kepada
orang-orang yang senantiasa menerapkan perilaku jujur. Penerapan perilaku jujur
dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga,sekolah, maupun
masyarakat misalnya seperti berikut:
1. Meminta izin atau berpamitan
kepada orang ketika akan pergi ke mana pun.
2. Tidak meminta sesuatu di luar
kemampuan kedua orang tua.
3. Mengembalikan uang sisa
belanja meskipun kedua orang tua tidak mengetahuinya.
4. Melaporkan prestasi hasil
belajar meskipun dengan nilai yang kurang memuaskan.
5. Tidak memberi atau meminta
jawaban kepada teman ketika sedang ulangan atau ujian sekolah.
6. Mengatakan dengan sejujurnya
alasan keterlambatan datang atau ketidakhadiran ke sekolah.
7. Mengembalikan barang-barang yang
dipinjam dari teman atau orang lain meskipun barang tersebut tampak tidak
begitu berharga.
8. Memenuhi undangan orang lain
ketika tidak ada hal yang dapat menghalanginya.
9. Tidak menjanjikan sesuatu yang
kita tidak dapat memenuhi janji tersebut.
10. Mengembalikan barang yang ditemukan
kepada pemiliknya atau melalui pihak yang bertanggung jawab.
11. Membayar
sesuatu sesuai dengan harga yang telah disepakati.
Diperbolehkan
dusta hanya untuk tiga hal saja, yaitu ketika seorang istri memuji suaminya
atau sebaliknya. Ketika seseorang yang akan mencelakai orang yang tidak
bersalah dengan mengatakan bahwa orang yang dicari tidak ada. Ketika ucapan
dusta untuk mendamaikan dua orang yang sedang bertikai agar damai dan rukun
kembali. (K’Ippy)