Rabu, 21 Januari 2015

MENTRADISIKAN KEMBALI NILAI ISLAM DI PESANTREN



Sejarah Islam di Indonesia merekam dengan jelas bahwa pesantren memiliki peranan besar dalam membangun masyarakat yang berbudaya dan berperadaban. Eksistensi pesantren di Indonesia sering mendapat pujian, apalagi dari masyarakat muslim sendiri. Pada saat yang sama, lembaga ini sering pula mendapat kecaman dan dilabelkan sebagai institusi yang banyak “menghambat” kemajuan Islam. Bahkan eksistensi pesantren “dituding” sebagai –maaf- “sarang teroris”. Kontroversi mengenai pesantren seperti itu secara tidak langsung telah menempatkan pesantren sebagai institusi yang cukup penting untuk selalu diperhatikan. Pandangan positif akan menempatkan kontroversi tersebut sebagai peluang untuk memperkuat peran pesantren itu sendiri.
Kondisi tersebut pun tidak lepas dari perjalanan panjang Pesantren Pondok Karya Pembangunan Manado yang kini berusia 37 tahun. Hampir empat dekade Pesantren PKP berkiprah dan mencatatkan diri sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam yang layak untuk diperhitungkan di Sulawesi Utara. Sejak awal berdirinya -sebagai salah satu bangunan monumental MTQ ke-X Tahun 1977 di Manado-, Pesantren PKP tentu mengalami dinamisasi dalam proses perkembangan santri dan pembinaannya. Pola pembinaan yang harus menyesuaikan dengan kondisi kekinian adalah sebuah tantangan demi tetap tegak dan lestarinya pesantren. Dari sisi ini, dibutuhkan sebuah semangat baru untuk sebuah perubahan demi kemajuan pesantren. Sama halnya dengan Islam yang perlu menyesuaikan dengan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai keislaman itu sendiri. Majunya pesantren bukan saja terletak pada berubahnya bangunan fisik semata, tapi juga sikap dan prilaku santri yang mencerminkan dan mentradisikan akhlak mulia baik di lingkungan pesantren maupun di luar.
Ibarat tanaman, guna menghasilkan panen yang baik sebagai sebuah produk unggulan, banyak hal yang perlu diperhatikan. Bibit yang unggul belumlah cukup jika sistem dan cara pengolahannya asal-asalan. Jika bibit yang baik ini dirawat, dipelihara dan dipupuki, diolah dengan baik, maka akan menghasilkan tanaman yang baik pula.
Secara sederhana, tidak semua orangtua berharap anaknya yang nyantri menjadi ulama, tapi setidaknya mereka paham dan mampu mengaplikasikan cara menjadi muslim yang baik. Inilah sesungguhnya keunggulan pesantren dibandingkan sekolah lainnya. Pola pembiasaan yang kemudian menjadi tradisi yang baik selama berada di lingkungan pesantren akan memberikan pengaruh positif ketika santri tidak lagi bermukim di pesantren.
Peran kyai sebagai salah satu unsur penting dari sebuah pesantren, ikut menentukan maju mundurnya pesantren. Kyai sebagai pendidik di pesantren menjadi figur sentral yang dipatuhi dan ditiru oleh para santrinya. Secara teoretis, Kekuatan Kyai berakar pada  kredibilitas moral dan kemampuan mempertahankan pranata sosial yang diinginkan. Semakin sepuh seorang kyai, semakin tinggi wibawa yang dimilikinya dan tentu saja berimbas pada kewibawaan pesantren. Bisa dibilang bahwa kewibawaan kyai dan pesantren adalah seperti koin dengan dua sisi yang tidak bisa dipisahkan.  
Santri angkatan ke-6 pasca EBTAN Tahun 1987
Santri baru tahun 2012 usai kegiatan Pramuka

Kyai memang tidak didasarkan pada jenjang pendidikan secara ketat dan khusus. Para ahli mengemukakan setidaknya ada 3 syarat kyai, yaitu memiliki keilmuan agama yang cukup luas di atas ukuran rata-rata masyarakatnya, memiliki integritas moral sehingga menjadi panutan masyarakatnya, dan mendapat pengakuan yang kuat dari masyarakatnya. Itu sebabnya perlu sebuah proses yang panjang dan teruji untuk layak menjadi kyai dan memimpin sebuah pesantren.
Tulisan sederhana ini mencoba untuk mengajak semua komponen yang peduli dengan pesantren PKP Manado untuk mereview perjalanan panjang pesantren yang diresmikan oleh mantan Presiden R.I. alm. H. Soeharto kurun waktu hampir empat dekade.   Congratulation, Dirgahayu pondokku LPI PKP Manado.


1 komentar: