Rabu, 22 Februari 2017

MELAWAN HOAX MENJAGA HATI




Tazkir Jumat yang digelar Rohis SMAN 9 Manado senantiasa diharapkan menjadi ajang pembelajaran bagi para peserta didik muslim di sekolah tersebut. Inilah harapan yang senantiasa menjadi motivasi bagi pengurus untuk terus aktif mengajak setiap peserta didik muslim agar hadir dan mengikuti kegiatan ini.

Ust. Supriadi selaku Pembina Rohis yang dalam setiap tazkir menyampaikan tausiyah bagi Rohis, Jumat (17/2) kemarin mengingatkan tentang bahaya fitnah. Berangkat dari banyaknya informasi hoax di media sosial, iapun menceritakan kisah Habib Umar bin Hafiz dari Tarim Hadramaut.
Dikisahkan oleh seseorang yang telah memfitnah Habib Umar bin Hafidz dari Tarim, Hadramaut. Suatu ketika ia bermohon kepada habib Umar bin Hafidz agar mau memaafkannya
“Habib... Maafkanlah saya yang telah memfitnah Habib dan ajarkan saya sesuatu yang bisa menghapuskan kesalahan saya ini. Aku berusaha menjaga lisanku, tak ingin sedikitpun menyebarkan kebohongan dan menyinggung perasaan Habib." ujarnya
Habib Umar terkekeh seraya bertanya: “Apa kau serius?” Katanya: “Saya serius, Habib, Saya benar-benar ingin menebus kesalahan saya.”
Habib Umar pun terdiam beberapa saat. Ia tampak berfikir. Lalu beberapa saat kemudian,
Habib Umar mengucapkan sesuatu: “Apakah kamu punya sebuah kemoceng di rumahmu?”.
“Ya, saya punya sebuah kemoceng di rumah, Habib, Apa yang harus saya lakukan dengan kemoceng itu?”
Habib Umar tersenyum. “Besok pagi, berjalanlah dari rumahmu ke pondokku,” katanya, “Berjalanlah sambil mencabuti bulu-bulu dari kemoceng itu. Setiap kali kamu mencabut sehelai bulu, ingat-ingat perkataan burukmu tentang aku, lalu jatuhkan di jalanan yang kamu lalui.” “Kau akan belajar sesuatu darinya,”
Hasil gambar untuk habib umar bin hafidz
Keesokan harinya, orang ini menemui Habib Umar dengan sebuah kemoceng yang sudah tak memiliki sehelai bulupun pada gagangnya. Ia  segera menyerahkan gagang kemoceng itu pada beliau.
“Ini, Habib bulu-bulu kemoceng ini sudah saya jatuhkan satu per satu sepanjang perjalanan. Saya berjalan lebih dari 5 km dari rumah saya ke pondok ini. Saya mengingat semua perkataan buruk saya tentang Habib. Saya menghitung betapa luasnya fitnah-fitnah saya tentang Habib yang sudah saya sebarkan kepada begitu banyak orang. Maafkan saya, Habib. Maafkan saya…”. Katanya
“Kini pulanglah…” kata Habib Umar. Tetapi Habib Umar melanjutkan kalimatnya :
"Pulanglah dengan kembali berjalan kaki dan menempuh jalan yang sama dengan saat kamu menuju pondokku tadi…” “Di sepanjang jalan kepulanganmu, pungutlah kembali bulu-bulu kemoceng yang tadi kau cabuti satu per satu. Esok hari, laporkan kepadaku berapa banyak bulu yang bisa kamu kumpulkan.” “Kamu akan mempelajari sesuatu dari semua ini,” tutup Habib Umar.

Sepanjang perjalanan pulang, orang ini berusaha menemukan bulu-bulu kemoceng yang tadi dilepaskan di sepanjang jalan. Hari yang terik. Perjalanan yang melelahkan. Betapa sulit menemukan bulu-bulu itu. Mereka tentu saja telah tertiup angin, atau menempel di sebuah kendaraan yang sedang menuju kota yang jauh, atau tersapu ke mana saja ke tempat yang kini tak mungkin diketahui.
Ia pun terus berjalan... Setelah berjam-jam, ia berdiri di depan rumahnya dengan pakaian yang dibasahi keringat. Nafasnya berat. Tenggorokannya kering. Di tangannya, digenggam lima helai bulu kemoceng yang berhasil ditemukan di sepanjang perjalanan.

Hari berikutnya orang ini menemui Habib Umar dengan wajah yang murung, lalu menyerahkan lima helai bulu kemoceng itu pada Habib Umar : "Ini, Habib, hanya ini yang berhasil saya temukan.” Ia membuka genggaman tangannya dan menyodorkannya pada Habib Umar.
Habib Umar terkekeh: "Kini kamu telah belajar sesuatu,” katanya.
“Apa yang telah aku pelajari, Habib?” Aku benar-benar tak mengerti.” Jawab orang ini bingung
Hasil gambar untuk kemoceng
“Tentang fitnah-fitnah itu,” jawab Habib Umar.“Bulu-bulu yang kamu cabuti dan kamu jatuhkan sepanjang perjalanan adalah fitnah-fitnah yang kamu sebarkan. Meskipun kamu benar-benar menyesali perbuatanmu dan berusaha memperbaikinya, fitnah-fitnah itu telah menjadi bulu-bulu yang beterbangan entah kemana. Bulu-bulu itu adalah kata-katamu. Mereka dibawa angin waktu ke mana saja, ke berbagai tempat yang tak mungkin bisa kamu duga-duga, ke berbagai wilayah yang tak mungkin bisa kamu hitung!”

“Bayangkan salah satu dari fitnah-fitnah itu suatu saat kembali pada dirimu sendiri… Barangkali kamu akan berusaha meluruskannya, karena kamu benar-benar merasa bersalah telah menyakiti orang lain dengan kata-katamu itu. Barangkali kamu tak ingin mendengarnya lagi.
Tetapi kamu tak bisa menghentikan semua itu! Kata-katamu yang telah terlanjur tersebar dan terus disebarkan di luar kendalimu, tak bisa kamu bungkus lagi dalam sebuah kotak besi untuk kamu kubur dalam-dalam sehingga tak ada orang lain lagi yang mendengarnya. Angin waktu telah mengabadikannya." “Fitnah-fitnah itu telah menjadi dosa yang terus beranak-pinak tak ada ujungnya. Agama menyebutnya sebagai DOSA JARIYAH,  Dosa yang terus berjalan diluar kendali pelaku pertamanya. Maka tentang fitnah-fitnah itu, meskipun aku atau siapapun saja yang kamu fitnah telah memaafkanmu sepenuh hati, fitnah-fitnah itu terus mengalir hingga kau tak bisa membayangkan ujung dari semuanya. Bahkan meskipun kau telah meninggal dunia, fitnah-fitnah itu terus hidup karena angin waktu telah membuatnya abadi. Kamu tak bisa menghitung lagi berapa banyak fitnah-fitnah itu telah memberatkan timbangan keburukanmu kelak.”
Orang ini pun menangis “Ajari saya apa saja untuk membunuh fitnah-fitnah itu, Habib. Ajari saya! Ajari saya! Astagfirullahal-adzhim…” Ia terus menangis menyesali apa yang telah diperbuat.
Habib Umar tertunduk. Beliau tampak meneteskan air matanya. “Aku telah memaafkanmu setulus hatiku, Nak,” katanya, “Kini, aku hanya bisa mendoakanmu agar Allah mengampunimu, mengampuni kita semua. Kita harus percaya bahwa Allah, dengan kasih sayangnya, adalah zat yang Maha terus menerus menerima taubat manusia… Innallaha tawwaabur-rahiim...”  

Sementara itu wakil sekretaris Rohis, Tri Hamdi berharap agar para peserta didik muslim tetap konsisten dalam menyukseskan program yang telah disusun oleh Pengurus. Hal ini agar Rohis tetap menjadi wadah yang bermanfaat bagi para peserta didik muslim.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar