Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka
.(Q.S. Ali
Imran/3:190-191)
Ramadhan senantiasa memberikan pengharapan dan optimisme kepada setiap
muslim, bukan saja bilangan umur yang bertambah tapi Ramadhan akan membawa
kenikmatan dan ketentraman tersendiri bagi setiap jiwa yang menyadari akan
kehadirannya. Itulah sebabnya Ramadhan hanya diperintahkan kepada orang yang
beriman. Hanya orang beriman yang mengenal keistimewaan Ramadhan dan hanya
orang beriman pula yang dengan suka cita menyambut Ramadhan serta akan
beribadah dengan penuh kekhusyu’an mengharap ridho Ilahi.
Ayat di atas (Q.S. Ali
Imran/3:190-191) memberikan sebuah kesadaran kepada orang-orang yang berakal
bahwa apa yang diciptakan Allah di muka bumi ini patut dijadikan pelajaran dan
tidak ada yang sia-sia. Lihatlah betapa Allah tidak segan menciptakan seekor nyamuk,
hanya untuk memberikan pelajaran kepada orang-orang kafir (Q.S. al-Baqarah/2:26) agar mereka memahami dan beriman kepada Allah.
Begitulah orang yang berakal, akan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi akal
yang luar biasa itu untuk memperbaiki diri dan kemaslahatan orang banyak,
termasuk mengambil pelajaran penting dari ciptaan Allah dimuka bumi ini.
Berkaitan dengan puasa, ada beberapa hewan ciptaan Allah yang layak
dijadikan pelajaran bagi orang yang berakal dan memikirkan. Pertama, ciptaan Allah yang bernama ular.
Dalam fase kehidupan ular, ada saatnya ia melakukan puasa sebagai proses
peremajaan (ganti kulit). Selama masa puasa itu, ular berpantang dan bertekad
tidak akan memangsa apapun meski ada mangsa yang bermain-main dengan leluasa di
depan mulutnya. Tapi selesai fase berpuasa, ular kembali menjadi makhluk liar
yang siap memangsa korbannya dengan rakus dan serakah tanpa mempertimbangkan
asal usul apalagi nilai-nilai kasih sayang. Konsistensi ular ketika puasa,
barangkali sama dengan orang yang ketika Ramadhan berlangsung, benar-benar
menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan dan merusak puasanya. Bahkan ia
menjadi makhluk yang paling taat, rendah hati, dan paling alim di muka bumi.
Selesai Ramadhan, kembalilah manusia ke sifat dan perangai semula. Ia menjadi
manusia yang rakus dan serakah tanpa mempertimbangkan halal dan haram, sikut
sana sikut sini, cakar sana cakar sini. Ramadhan lewat begitu saja tanpa
memberi kesan mendalam bagi diri pribadinya.
Kedua, makhluk Allah yang bernama ulat. Sepintas ulat adalah hewan yang
menggelikan bahkan menggelikan bagi sebagian orang apalagi kaum wanita.
Sifatnya yang rakus membuat ulat dianggap hama bagi petani. Semua daun –apalagi
daun muda- dilahapnya tak bersisa. Namun suatu saat, ulatpun memasuki fase puasa
dalam kehidupannya dimana ia hanya berdiam diri dalam kepompong dan tidak lagi
merusak tanaman. Ulat sadar bahwa ia harus berubah dan tidak lagi menjadi
makhluk yang rakus dan menjijikkan. Masa itupun tiba dan secara perlahan tapi
pasti, atas kuasa Ilahi ulatpun berubah menjadi makhluk yang indah dan
mengagumkan serta disukai banyak orang, kupu-kupu. Orang beriman yang berpuasa
adalah mereka yang menyadari bahwa Ramadhan adalah sebuah fase kepompong bagi
dirinya untuk berubah menjadi pribadi yang baru dengan segala kebaikan. Kebiasaan
buruk pra Ramadhan “dibakar” selama Ramadhan sesuai makna Ramadhan itu sendiri.
Ketiga, makhluk bernama kupu-kupu. Kehidupan kupu-kupu memang singkat, namun
usia singkat itu tidak menjadikan kupu-kupu sebagai makhluk yang merugikan. Ia
justru memberi manfaat bagi makhluk lainnya seperti tanaman. Orang beriman,
meskipun hidupnya singkat namun nilai kebaikan dan manfaat yang diberikan
kepada orang lain sungguh amat besar. Keempat,
makhluk Allah yang bernama lebah. Kehidupan lebah digambarkan Allah dalam
al-Qur’an. Lebah menjadi hewan yang mampu memberikan pelajaran yang luar biasa
bagi manusia, terutama orang-orang yang berakal. Namanya diabadikan sebagai
salah satu diantara lima hewan yang menjadi nama surat dalam al-Qur’an (sapi
betina, semut, laba-laba dan gajah). Hal ini tentu bukan kebetulan namun ada
suatu hal yang layak dijadikan teladan bagi kaum “ulil albab” untuk mengkajinya
lebih jauh. Setidaknya, lebah tidak akan makan kecuali yang baik-baik dan dari
sumber yang baik pula. Ia tidak mengeluarkan sesuatu yang jelek namun
menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan (madu). Secara
sosial dan emosional, lebah tidak akan hidup menyendiri namun selalu berjama’ah
dan tidak akan pernah mengganggu kecuali ia diganggu.
Pasca Ramadhan, saat orang telah berpuasa membersihkan diri, menatanya
dengan hal-hal yang baik selama Ramadhan dan menjadi pribadi yang baru, hendaknya
mengambil pelajaran dari kupu-kupu yang dalam usia singkatnya mampu memberikan
manfaat bagi kemaslahatan umum. Rasulullah bersabda “Sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat bagi manusia lainnya”. Tidak keliru jika hadis ini kemudian dimaknai
dengan Sitou tumou tumou tou sebagai falsafah orang Sulawesi Utara. Bahkan
menerapkan prinsip-prinsip yang diajarkan lebah seperti menjaga kebaikan dan
kehalalan makanan serta memberikan yang terbaik bagi orang banyak. Hidup dengan
rukun dan damai serta tidak saling mengganggu bahkan bekerjasama menggapai
kebahagiaan. Bukan seperti ular yang hanya menahan diri pada waktu puasa saja.
Orang yang berakal, yang menyadari tentang ayat-ayat penciptaan Allah,
pasti akan mampu mencerna perumpamaan yang Allah gariskan dalam al-Qur’an.
Semoga. Wallahu a’lam. (Harian Komentar, Kamis-Jumat, 9-10 Agustus 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar