Kamis, 16 Agustus 2012

MENATA DIRI DALAM RAMADHAN


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang 
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka
.(Q.S. Ali Imran/3:190-191)

Ramadhan senantiasa memberikan pengharapan dan optimisme kepada setiap muslim, bukan saja bilangan umur yang bertambah tapi Ramadhan akan membawa kenikmatan dan ketentraman tersendiri bagi setiap jiwa yang menyadari akan kehadirannya. Itulah sebabnya Ramadhan hanya diperintahkan kepada orang yang beriman. Hanya orang beriman yang mengenal keistimewaan Ramadhan dan hanya orang beriman pula yang dengan suka cita menyambut Ramadhan serta akan beribadah dengan penuh kekhusyu’an mengharap ridho Ilahi.
Ayat di atas (Q.S. Ali Imran/3:190-191) memberikan sebuah kesadaran kepada orang-orang yang berakal bahwa apa yang diciptakan Allah di muka bumi ini patut dijadikan pelajaran dan tidak ada yang sia-sia. Lihatlah betapa Allah tidak segan menciptakan seekor nyamuk, hanya untuk memberikan pelajaran kepada orang-orang kafir (Q.S. al-Baqarah/2:26) agar mereka memahami dan beriman kepada Allah. Begitulah orang yang berakal, akan memanfaatkan semaksimal mungkin potensi akal yang luar biasa itu untuk memperbaiki diri dan kemaslahatan orang banyak, termasuk mengambil pelajaran penting dari ciptaan Allah dimuka bumi ini.
Berkaitan dengan puasa, ada beberapa hewan ciptaan Allah yang layak dijadikan pelajaran bagi orang yang berakal dan memikirkan. Pertama, ciptaan Allah yang bernama ular. Dalam fase kehidupan ular, ada saatnya ia melakukan puasa sebagai proses peremajaan (ganti kulit). Selama masa puasa itu, ular berpantang dan bertekad tidak akan memangsa apapun meski ada mangsa yang bermain-main dengan leluasa di depan mulutnya. Tapi selesai fase berpuasa, ular kembali menjadi makhluk liar yang siap memangsa korbannya dengan rakus dan serakah tanpa mempertimbangkan asal usul apalagi nilai-nilai kasih sayang. Konsistensi ular ketika puasa, barangkali sama dengan orang yang ketika Ramadhan berlangsung, benar-benar menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan dan merusak puasanya. Bahkan ia menjadi makhluk yang paling taat, rendah hati, dan paling alim di muka bumi. Selesai Ramadhan, kembalilah manusia ke sifat dan perangai semula. Ia menjadi manusia yang rakus dan serakah tanpa mempertimbangkan halal dan haram, sikut sana sikut sini, cakar sana cakar sini. Ramadhan lewat begitu saja tanpa memberi kesan mendalam bagi diri pribadinya.
Kedua, makhluk Allah yang bernama ulat. Sepintas ulat adalah hewan yang menggelikan bahkan menggelikan bagi sebagian orang apalagi kaum wanita. Sifatnya yang rakus membuat ulat dianggap hama bagi petani. Semua daun –apalagi daun muda- dilahapnya tak bersisa. Namun suatu saat, ulatpun memasuki fase puasa dalam kehidupannya dimana ia hanya berdiam diri dalam kepompong dan tidak lagi merusak tanaman. Ulat sadar bahwa ia harus berubah dan tidak lagi menjadi makhluk yang rakus dan menjijikkan. Masa itupun tiba dan secara perlahan tapi pasti, atas kuasa Ilahi ulatpun berubah menjadi makhluk yang indah dan mengagumkan serta disukai banyak orang, kupu-kupu. Orang beriman yang berpuasa adalah mereka yang menyadari bahwa Ramadhan adalah sebuah fase kepompong bagi dirinya untuk berubah menjadi pribadi yang baru dengan segala kebaikan. Kebiasaan buruk pra Ramadhan “dibakar” selama Ramadhan sesuai makna Ramadhan itu sendiri.
Ketiga, makhluk bernama kupu-kupu. Kehidupan kupu-kupu memang singkat, namun usia singkat itu tidak menjadikan kupu-kupu sebagai makhluk yang merugikan. Ia justru memberi manfaat bagi makhluk lainnya seperti tanaman. Orang beriman, meskipun hidupnya singkat namun nilai kebaikan dan manfaat yang diberikan kepada orang lain sungguh amat besar. Keempat, makhluk Allah yang bernama lebah. Kehidupan lebah digambarkan Allah dalam al-Qur’an. Lebah menjadi hewan yang mampu memberikan pelajaran yang luar biasa bagi manusia, terutama orang-orang yang berakal. Namanya diabadikan sebagai salah satu diantara lima hewan yang menjadi nama surat dalam al-Qur’an (sapi betina, semut, laba-laba dan gajah). Hal ini tentu bukan kebetulan namun ada suatu hal yang layak dijadikan teladan bagi kaum “ulil albab” untuk mengkajinya lebih jauh. Setidaknya, lebah tidak akan makan kecuali yang baik-baik dan dari sumber yang baik pula. Ia tidak mengeluarkan sesuatu yang jelek namun menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan (madu). Secara sosial dan emosional, lebah tidak akan hidup menyendiri namun selalu berjama’ah dan tidak akan pernah mengganggu kecuali ia diganggu.
Pasca Ramadhan, saat orang telah berpuasa membersihkan diri, menatanya dengan hal-hal yang baik selama Ramadhan dan menjadi pribadi yang baru, hendaknya mengambil pelajaran dari kupu-kupu yang dalam usia singkatnya mampu memberikan manfaat bagi kemaslahatan umum. Rasulullah bersabda “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya”. Tidak keliru jika hadis ini kemudian dimaknai dengan Sitou tumou tumou tou sebagai falsafah orang Sulawesi Utara. Bahkan menerapkan prinsip-prinsip yang diajarkan lebah seperti menjaga kebaikan dan kehalalan makanan serta memberikan yang terbaik bagi orang banyak. Hidup dengan rukun dan damai serta tidak saling mengganggu bahkan bekerjasama menggapai kebahagiaan. Bukan seperti ular yang hanya menahan diri pada waktu puasa saja.
Orang yang berakal, yang menyadari tentang ayat-ayat penciptaan Allah, pasti akan mampu mencerna perumpamaan yang Allah gariskan dalam al-Qur’an. Semoga. Wallahu a’lam.   (Harian Komentar, Kamis-Jumat, 9-10 Agustus 2012)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar