Rabu, 17 Agustus 2022

MEMAKNAI KEMERDEKAAN DENGAN MERDEKA BELAJAR

 


Setiap manusia, apapun latar belakangnya, pasti menginginkan kebahagiaan (happy) kapanpun dan dimanapun. Hampir bisa dipastikan dalam semua aspek kehidupan manusia, tidak ada yang menginginkan kesengsaraan. Sangat tepat ketika Islam melalui al-Qur’an mengajarkan sebuah doa yang lazimnya dibaca sepanjang hari demi mewujudkan kebahagiaan itu. “Rabbanaa aatinaa fidunyaa hasanah, wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa adzaaban naar” “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan selamatkanlah kami dari siksa api neraka”. Inilah doa yang dikenal dalam Islam sebagai Doa Sapu Jagat. Doa yang mencakup secara keseluruhan dari keinginan dan kebutuhan manusia.



Merdeka pun adalah bagian dari keinginan manusia. Merdeka dari segala keterkungkungan, merdeka dari segala kesulitan hidup, merdeka dari kebodohan yang pada akhirnya bermuara pada kebahagiaan. Anak-anak, dalam proses penanaman nilai-nilai dan pengetahuan baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungan sekitarnya, juga menginginkan kemerdekaan. Katakanlah "kebebasan". Untuk apa? berkreasi, berinovasi, mengungkapkan pendapat, uneg-uneg ataupun hal lain yang membuatnya lega menghadapi hari-harinya. Ia butuh terbebas dari segala beban tugas-tugas sekolah apalagi beban hutang (ups!). Berangkat dari sini, sebagai guru perlu kiranya memerdekakan peserta didiknya. Apalagi sistem pendidikan selama ini yang terkesan monoton. Tentu dengan merdeka belajar ini akan menjadi salah satu program untuk menciptakan suasana belajar di sekolah yang bahagia, suasana yang happy, bahagia bagi peserta didik maupun para guru.

Bangsa Indonesia telah merdeka dari penjajahan kolonial. Perubahan dalam proses pembelajaran pun tentunya tidak lagi meniru cara-cara kolonial, apalagi menggunakan cara-cara kolonial yang nota bene akan menimbulkan diskriminasi, disintegrasi, bahkan menimbulkan dendam dan kebencian. Kekejaman pendidikan zaman kolonial harusnya berubah pada proses pembelajaran yang menyenangkan dan memerdekakan dan mencerdaskan. 

Jika dikaji secara teoretis, etimologi dan terminologi Merdeka Belajar bisa dilihat dari arti kata “Merdeka” dan  konsep “Belajar” itu sendiri. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memuat penjelasan kata Merdeka dengan memiliki tiga pengertian: (1) bebas (dari perhambatan, penjajahan dan sebagainya), berdiri sendiri; (2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; (3) tidak terikat, tidak oleh tergantung kepada orang atau pihak tertentu. 

Adapun konsep “Belajar” menurut  beberapa ahli, misalnya Sagala (2006), dapat dipahami sebagai usaha atau berlatih supaya mendapatkan suatu kepandaian. Bahkan Sudjana (2013) menambahkan bahwa belajar bukan semata kegiatan menghafal dan bukan mengingat. Belajar adalah; (1) suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, dapat ditunjukkan seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan, dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada ada individu; (2) belajar adalah proses aktif, proses berbuat melalui berbagai pengalaman; (3) belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu; (4) Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan; dan (5) Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Jadi apabila kita berbicara tentang belajar, maka prinsipnya berbicara bagaimana mengubah tingkah laku seseorang.

Jadi Merdeka dan Belajar menurut hemat penulis dapat dipersepsikan sebagai upaya untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang bebas untuk berekspresi, bebas dari berbagai hambatan terutama tekanan psikologis. Bagi guru dengan memiliki kebebasan tersebut lebih fokus untuk memaksimalkan pada pembelajaran guna mencapai tujuan (goal oriented) pendidikan nasional, namun tetap dalam rambu kaidah kurikulum. Bagi peserta didik bebas untuk berekspresi selama menempuh proses pembelajaran di sekolah, namun tetap mengikuti kaidah aturan di sekolah. Peserta didik bisa lebih mandiri, bisa lebih banyak belajar untuk mendapatkan suatu kepandaian, dan hasil dari proses pembelajaran tersebut siswa berubah secara pengetahuan, pemahaman, sikap/karakter, tingkah laku, keterampilan, dan daya reaksinya, sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam tujuan UU Sisdiknas Tahun 2003, yakni; untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Pencapaian karakter sebagaimana dicanangkan dalam Profil Pelajar Pancasila akan semakin mudah. Masa depan generasi bangsa pun akan lebih cerah dan bahagia. Peserta didik bahagia, Guru bahagia, semua bahagia. MERDEKA! 

1 komentar: