Keteladanan Rasulullah Saw tidak saja sebagai seorang
suami, ayah dan pemimpin umat namun beliau menjadi panutan dalam berbagai peran
dan profesi. Keteladanan sepanjang hayat beliau, sejak lahir hingga wafatnya semua
memberi nilai budi yang utama dalam kehidupan umat manusia. Sosok yang tidak
diragukan dalam membentuk komunitas masyarakat yang berbudi luhur. Al Qur’an
pun memberikan apresiasi dalam hal ini (QS. Al Ahzab (33):21) Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. Bahkan dalam QS. Al Qalam (68): 4 disebutkan ”Dan
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
Rabiul awwal sesungguhnya juga patut dikenang dan
diperingati sebagai akhir hayat Rasulullah Saw. Peristiwa yang membuat seluruh
alam menangis dan bersedih karena kepergian sosok yang menjadi rahmatan
lil’alamin. Sebuah pelajaran penting tentang husnul khatimah.
Wafatnya beliau meninggalkan nasehat yang mendalam. Diawali dari sakitnya
beliau yang membuat kekuatiran sahabat-sahabat dan orang-orang yang mencintainya
karena selama ini Muhammad –dengan aktifitas yang sangat tinggi dan beban tugas
yang begitu berat- tidak pernah mengeluh sakit. Penyakit yang pernah
dideritanya tidak lebih dari kehilangan nafsu makan yang pernah dialaminya
dalam tahun keenam Hijrah, tatkala ada tersiar berita bohong bahwa ia telah
disihir oleh orang-orang Yahudi, dan satu penyakit lagi yang pernah dideritanya
sehingga karenanya ia berbekam, yaitu setelah termakan daging beracun dalam
tahun ketujuh Hijrah. Cara hidupnya dan ajaran-ajarannya memang jauh dari
gejala-gejala penyakit dan akibat-akibat yang akan timbul karenanya. Beliau
membatasi diri dalam makanan, dan makannya hanya sedikit; sederhana dalam
berpakaian dan cara hidup; kebersihan senantiasa dipeliharanya dengan
mengharuskan wudu yang sangat disukainya, sampai pernah ia berkata: kalau tidak
karena kuatir akan memberatkan orang ia ingin mewajibkan penggunaan siwak lima
kali sehari, - kegiatannya yang tiada pernah berhenti, kegiatan beribadat dari
satu segi dan kegiatan olah-raga dari segi lain, kesederhanaan dalam segalanya
- terutama dalam kesenangan; keluhurannya yang jauh dari segala hawa nafsu,
dengan jiwa yang begitu tinggi tiada taranya; komunikasinya dengan kehidupan
dan dengan alam dalam bentuknya yang sangat cemerlang, dan tiada putusnya, -
semua itu menjauhkan dirinya dari penyakit dan dapat memelihara kesehatan.
Bentuk tubuh yang sempurna tiada cacat, perawakan yang tegap kuat, seperti
halnya dengan Muhammad, akan jauh selalu dari penyakit.
Wajar sekali keluarga dan para sahabat kuatir, betapa ia
pernah mengalami kesulitan dan penderitaan hidup selama duapuluh tahun
terus-menerus. Sejak ia terang-terangan berdakwah di Mekah mengajak orang
menyembah Allah Yang tiada bersekutu dan meninggalkan semua berhala yang pernah
disembah nenek-moyang mereka, ia sudah mengalami pahit getirnya
penderitaan-penderitaan yang sungguh menekan jiwa, sehingga ia terpisah dari
sahabat-sahabatnya yang kemudian disuruhnya hijrah ke Abisinia, dan dia sendiri
yang terpaksa berlindung di celah-celah gunung tatkala pihak Quraisy
mengumumkan pemboikotannya. Juga ketika ia berangkat hijrah dari Mekah ke
Medinah - setelah Ikrar 'Aqaba - ia hijrah dalam keadaan yang gawat dan sangat
berbahaya, ia hijrah tanpa ia ketahui lagi apa yang akan terjadi terhadap
dirinya di Medinah kelak. Pada tahun-tahun pertama ia tinggal di sana, ia telah
menjadi sasaran kongkalikong dan intrik orang-orang Yahudi.
Dengan pertolongan Allah, orang di seluruh jazirah itu
datang berbondong-bondong menerima agama ini. Tugas dan pekerjaannya pun telah
bertambah jadi berlipat ganda banyaknya dan untuk penjagaannya sangat
memerlukan tenaga dan daya upaya yang sungguh berat. Begitu juga Nabi Saw.
telah menghadapi sendiri beberapa peperangan yang sungguh dahsyat dan
mengerikan sekali. Pada peristiwa Uhud, ketika kaum Muslimin dalam keadaan
kucar-kacir, ia berjalan mendaki gunung, dengan terus-menerus secara ketat
diintai oleh Quraisy, dihujani serangan sehingga gigi gerahamnya pecah! Lebih
dahsyat lagi pada peristiwa Hunain, ketika kaum Muslimin dalam pagi buta itu
kembali mundur dan lari tunggang-langgang, sehingga kata Abu Sufyan: Hanya laut
saja yang akan menghentikan mereka. Sedang Muhammad berdiri tegak, tidak
beranjak surut dari tempatnya, seraya ia berseru kepada kaum-Muslimin: Mau ke
mana, mau ke mana! Kemarilah kemari! Kemudian mereka kembali sampai mendapat
kemenangan.
Semua itu disaksikan oleh sahabat-sahabat Muhammad.
Mereka melihat dia memikul beban yang begitu berat tidak mengenal sakit.
Apabila kemudian ia jatuh sakit, sudah sepantasnya sahabat-sahabatnya itu jadi
kuatir. Ada suatu peristiwa yang membuat mereka lebih cemas lagi. Pada malam
pertama Muhammad merasa sakit ia tak dapat tidur, lama sekali tak dapat tidur.
Dalam hatinya ia berkata, bahwa ia akan keluar pada malam musim itu, musim
panas yang disertai hembusan angin di sekitar kota Medinah. Ketika itulah ia
keluar, hanya ditemani oleh pembantunya, Abu Muwayhiba. Tahukah ke mana ia
pergi? Ia pergi ke Baqi'l-Gharqad, pekuburan Muslim di dekat Medinah.
Sesampainya di pekuburan itu ia berbicara kepada penghuni kubur, katanya,
"Salam sejahtera bagimu, wahai penghuni kubur! Semoga kamu selamat akan
apa yang terjadi atas dirimu, seperti atas diri orang lain. Fitnah telah datang
seperti malam gelap-gulita, yang kemudian menyusul yang pertama, dan yang
kemudian lebih jahat dari yang pertama."
Pada hari-hari pertama ia jatuh sakit, demamnya sudah
terasa makin keras, sehingga ia merasa seolah seperti dibakar. Sungguh pun
begitu, ketika demamnya menurun ia pergi berjalan ke mesjid untuk memimpin
sembahyang. Hal ini dilakukannya selama berhari-hari. Tapi tidak lebih dari salat
saja. Ia sudah tidak kuat duduk bercakap-cakap dengan sahabat-sahabatnya. Saat
ia tak mampu lagi untuk bangun dari tempat tidurnya, Abu Bakar ditunjuk untuk
memimpin salat. Tatkala sakitnya sudah makin keras, panas demamnya makin
memuncak, isteri-isteri dan tamu-tamu yang datang menjenguknya, bila meletakkan
tangan di atas selimut yang dipakainya, terasa sekali panas demam yang sangat
meletihkan itu. Dan Fatimah puterinya, setiap hari datang menengok. Ia sangat
mencintai puterinya itu, cinta seorang ayah kepada anak yang hanya tinggal
satu-satunya sebagai keturunan. Apabila Fatimah datang menemui Nabi, ia
menyambutnya dan menciumnya, lalu didudukkannya di tempat ia duduk. Tetapi
setelah sakitnya demikian payah, puterinya itu datang menemuinya dan mencium
ayahnya. "Selamat datang, puteriku," katanya. Lalu didudukkannya ia
disampingnya. Ada kata-kata yang dibisikkannya ketika itu, Fatimah lalu
menangis. Kemudian dibisikkannya kata-kata lain Fatimah pun jadi tertawa. Ketika
hal itu ditanyakan kepada Fatimah, ia menjawab: "Sebenarnya saya tidak
akan membuka rahasia Rasulullah Saw." Tetapi setelah Rasul wafat, ia
mengatakan, bahwa ayahnya membisikkan kepadanya, bahwa ia akan meninggal oleh
sakitnya sekali ini. Itu sebabnya Fatimah menangis. Kemudian dibisikkannya
lagi, bahwa puterinya itulah dari keluarganya yang pertama kali akan menyusul.
Itu sebabnya ia tertawa.
Karena panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi
air dingin diletakkan disamping Nabi Saw. Sekali-sekali ia meletakkan tangan ke
dalam air itu lalu mengusapkannya ke muka. Begitu tingginya suhu panas demam
itu, kadang ia sampai tak sadarkan diri. Kemudian ia sadar kembali dengan
keadaan yang sudah sangat payah sekali. Karena perasaan sedih yang menyayat
hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu:
"Alangkah beratnya penderitaan ayah!". "Tidak. Takkan ada lagi
penderitaan ayahmu sesudah hari ini," jawabnya. Maksudnya ia akan
meninggalkan dunia ini, dunia duka dan penderitaan. Sahabat-sahabatnya pernah berusaha
hendak meringankan penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada
nasehat-nasehatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan mengeluh. Ia
menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal ini lebih dari yang harus dipikul
oleh dua orang.
Dalam sakitnya yang parah Muhammad masih menyimpan tujuh
dinar dan semuanya disedekahkan kepada fakir miskin di kalangan muslimin.
Beliau kuatir jika meninggal dan harta itu masih di tangannya.
Pada hari musim panas yang terjadi di seluruh semenanjung
itu - 8 Juni 632 - ia minta disediakan sebuah bejana berisi air dingin dan
dengan meletakkan tangan ke dalam bejana itu ia mengusapkan air ke wajahnya.
Aisyah mengambil siwak dan setelah dikunyah (ujungnya) sampai lunak
diberikannya kepada Nabi. Kemudian dengan itu Nabi menggosok dan membersihkan giginya. Sementara
ia sedang dalam sakratulmaut, ia menghadapkan diri kepada Allah sambil berdoa,
"Allahumma ya Allah! Tolonglah aku dalam sakratulmaut ini." Aisyah
berkata -yang pada waktu itu kepala Nabi berada di pangkuannya-, "Terasa
olehku Rasulullah Saw. sudah memberat di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya,
ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, "Ya Handai Tertinggi
dari surga." Kata Aisyah, ”Engkau telah dipilih maka engkau pun telah
memilih. Demi Yang mengutusmu dengan Kebenaran.” Maka Rasulullah pun berpulang
sambil bersandar antara dada dan leherku dan dalam giliranku. Aku pun tiada
menganiaya orang lain. Dalam kurangnya pengalamanku dan usiaku yang masih muda,
Rasulullah s.a.w. berpulang ketika ia di pangkuanku. Sebuah akhir kehidupan
yang sungguh menjadi pelajaran penting bagi umat manusia.:) (Pernah dimuat di Manado Post, Sabtu, 07 Maret 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar