Senin, 20 Januari 2014

AKHIR HAYAT RASULULLAH

Keteladanan Rasulullah Saw tidak saja sebagai seorang suami, ayah dan pemimpin umat namun beliau menjadi panutan dalam berbagai peran dan profesi. Keteladanan sepanjang hayat beliau, sejak lahir hingga wafatnya semua memberi nilai budi yang utama dalam kehidupan umat manusia. Sosok yang tidak diragukan dalam membentuk komunitas masyarakat yang berbudi luhur. Al Qur’an pun memberikan apresiasi dalam hal ini (QS. Al Ahzab (33):21) Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Bahkan dalam QS. Al Qalam (68): 4 disebutkan ”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
Rabiul awwal sesungguhnya juga patut dikenang dan diperingati sebagai akhir hayat Rasulullah Saw. Peristiwa yang membuat seluruh alam menangis dan bersedih karena kepergian sosok yang menjadi rahmatan lil’alamin. Sebuah pelajaran penting tentang husnul khatimah. Wafatnya beliau meninggalkan nasehat yang mendalam. Diawali dari sakitnya beliau yang membuat kekuatiran sahabat-sahabat dan orang-orang yang mencintainya karena selama ini Muhammad –dengan aktifitas yang sangat tinggi dan beban tugas yang begitu berat- tidak pernah mengeluh sakit. Penyakit yang pernah dideritanya tidak lebih dari kehilangan nafsu makan yang pernah dialaminya dalam tahun keenam Hijrah, tatkala ada tersiar berita bohong bahwa ia telah disihir oleh orang-orang Yahudi, dan satu penyakit lagi yang pernah dideritanya sehingga karenanya ia berbekam, yaitu setelah termakan daging beracun dalam tahun ketujuh Hijrah. Cara hidupnya dan ajaran-ajarannya memang jauh dari gejala-gejala penyakit dan akibat-akibat yang akan timbul karenanya. Beliau membatasi diri dalam makanan, dan makannya hanya sedikit; sederhana dalam berpakaian dan cara hidup; kebersihan senantiasa dipeliharanya dengan mengharuskan wudu yang sangat disukainya, sampai pernah ia berkata: kalau tidak karena kuatir akan memberatkan orang ia ingin mewajibkan penggunaan siwak lima kali sehari, - kegiatannya yang tiada pernah berhenti, kegiatan beribadat dari satu segi dan kegiatan olah-raga dari segi lain, kesederhanaan dalam segalanya - terutama dalam kesenangan; keluhurannya yang jauh dari segala hawa nafsu, dengan jiwa yang begitu tinggi tiada taranya; komunikasinya dengan kehidupan dan dengan alam dalam bentuknya yang sangat cemerlang, dan tiada putusnya, - semua itu menjauhkan dirinya dari penyakit dan dapat memelihara kesehatan. Bentuk tubuh yang sempurna tiada cacat, perawakan yang tegap kuat, seperti halnya dengan Muhammad, akan jauh selalu dari penyakit.
Wajar sekali keluarga dan para sahabat kuatir, betapa ia pernah mengalami kesulitan dan penderitaan hidup selama duapuluh tahun terus-menerus. Sejak ia terang-terangan berdakwah di Mekah mengajak orang menyembah Allah Yang tiada bersekutu dan meninggalkan semua berhala yang pernah disembah nenek-moyang mereka, ia sudah mengalami pahit getirnya penderitaan-penderitaan yang sungguh menekan jiwa, sehingga ia terpisah dari sahabat-sahabatnya yang kemudian disuruhnya hijrah ke Abisinia, dan dia sendiri yang terpaksa berlindung di celah-celah gunung tatkala pihak Quraisy mengumumkan pemboikotannya. Juga ketika ia berangkat hijrah dari Mekah ke Medinah - setelah Ikrar 'Aqaba - ia hijrah dalam keadaan yang gawat dan sangat berbahaya, ia hijrah tanpa ia ketahui lagi apa yang akan terjadi terhadap dirinya di Medinah kelak. Pada tahun-tahun pertama ia tinggal di sana, ia telah menjadi sasaran kongkalikong dan intrik orang-orang Yahudi.
Dengan pertolongan Allah, orang di seluruh jazirah itu datang berbondong-bondong menerima agama ini. Tugas dan pekerjaannya pun telah bertambah jadi berlipat ganda banyaknya dan untuk penjagaannya sangat memerlukan tenaga dan daya upaya yang sungguh berat. Begitu juga Nabi Saw. telah menghadapi sendiri beberapa peperangan yang sungguh dahsyat dan mengerikan sekali. Pada peristiwa Uhud, ketika kaum Muslimin dalam keadaan kucar-kacir, ia berjalan mendaki gunung, dengan terus-menerus secara ketat diintai oleh Quraisy, dihujani serangan sehingga gigi gerahamnya pecah! Lebih dahsyat lagi pada peristiwa Hunain, ketika kaum Muslimin dalam pagi buta itu kembali mundur dan lari tunggang-langgang, sehingga kata Abu Sufyan: Hanya laut saja yang akan menghentikan mereka. Sedang Muhammad berdiri tegak, tidak beranjak surut dari tempatnya, seraya ia berseru kepada kaum-Muslimin: Mau ke mana, mau ke mana! Kemarilah kemari! Kemudian mereka kembali sampai mendapat kemenangan.
Semua itu disaksikan oleh sahabat-sahabat Muhammad. Mereka melihat dia memikul beban yang begitu berat tidak mengenal sakit. Apabila kemudian ia jatuh sakit, sudah sepantasnya sahabat-sahabatnya itu jadi kuatir. Ada suatu peristiwa yang membuat mereka lebih cemas lagi. Pada malam pertama Muhammad merasa sakit ia tak dapat tidur, lama sekali tak dapat tidur. Dalam hatinya ia berkata, bahwa ia akan keluar pada malam musim itu, musim panas yang disertai hembusan angin di sekitar kota Medinah. Ketika itulah ia keluar, hanya ditemani oleh pembantunya, Abu Muwayhiba. Tahukah ke mana ia pergi? Ia pergi ke Baqi'l-Gharqad, pekuburan Muslim di dekat Medinah. Sesampainya di pekuburan itu ia berbicara kepada penghuni kubur, katanya, "Salam sejahtera bagimu, wahai penghuni kubur! Semoga kamu selamat akan apa yang terjadi atas dirimu, seperti atas diri orang lain. Fitnah telah datang seperti malam gelap-gulita, yang kemudian menyusul yang pertama, dan yang kemudian lebih jahat dari yang pertama."
Pada hari-hari pertama ia jatuh sakit, demamnya sudah terasa makin keras, sehingga ia merasa seolah seperti dibakar. Sungguh pun begitu, ketika demamnya menurun ia pergi berjalan ke mesjid untuk memimpin sembahyang. Hal ini dilakukannya selama berhari-hari. Tapi tidak lebih dari salat saja. Ia sudah tidak kuat duduk bercakap-cakap dengan sahabat-sahabatnya. Saat ia tak mampu lagi untuk bangun dari tempat tidurnya, Abu Bakar ditunjuk untuk memimpin salat. Tatkala sakitnya sudah makin keras, panas demamnya makin memuncak, isteri-isteri dan tamu-tamu yang datang menjenguknya, bila meletakkan tangan di atas selimut yang dipakainya, terasa sekali panas demam yang sangat meletihkan itu. Dan Fatimah puterinya, setiap hari datang menengok. Ia sangat mencintai puterinya itu, cinta seorang ayah kepada anak yang hanya tinggal satu-satunya sebagai keturunan. Apabila Fatimah datang menemui Nabi, ia menyambutnya dan menciumnya, lalu didudukkannya di tempat ia duduk. Tetapi setelah sakitnya demikian payah, puterinya itu datang menemuinya dan mencium ayahnya. "Selamat datang, puteriku," katanya. Lalu didudukkannya ia disampingnya. Ada kata-kata yang dibisikkannya ketika itu, Fatimah lalu menangis. Kemudian dibisikkannya kata-kata lain Fatimah pun jadi tertawa. Ketika hal itu ditanyakan kepada Fatimah, ia menjawab: "Sebenarnya saya tidak akan membuka rahasia Rasulullah Saw." Tetapi setelah Rasul wafat, ia mengatakan, bahwa ayahnya membisikkan kepadanya, bahwa ia akan meninggal oleh sakitnya sekali ini. Itu sebabnya Fatimah menangis. Kemudian dibisikkannya lagi, bahwa puterinya itulah dari keluarganya yang pertama kali akan menyusul. Itu sebabnya ia tertawa.
Karena panas demam yang tinggi itu, sebuah bejana berisi air dingin diletakkan disamping Nabi Saw. Sekali-sekali ia meletakkan tangan ke dalam air itu lalu mengusapkannya ke muka. Begitu tingginya suhu panas demam itu, kadang ia sampai tak sadarkan diri. Kemudian ia sadar kembali dengan keadaan yang sudah sangat payah sekali. Karena perasaan sedih yang menyayat hati, pada suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu: "Alangkah beratnya penderitaan ayah!". "Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini," jawabnya. Maksudnya ia akan meninggalkan dunia ini, dunia duka dan penderitaan. Sahabat-sahabatnya pernah berusaha hendak meringankan penderitaannya itu dengan mengingatkan kepada nasehat-nasehatnya, bahwa orang yang menderita sakit jangan mengeluh. Ia menjawab, bahwa apa yang dialaminya dalam hal ini lebih dari yang harus dipikul oleh dua orang.
Dalam sakitnya yang parah Muhammad masih menyimpan tujuh dinar dan semuanya disedekahkan kepada fakir miskin di kalangan muslimin. Beliau kuatir jika meninggal dan harta itu masih di tangannya.
 Pada hari musim panas yang terjadi di seluruh semenanjung itu - 8 Juni 632 - ia minta disediakan sebuah bejana berisi air dingin dan dengan meletakkan tangan ke dalam bejana itu ia mengusapkan air ke wajahnya. Aisyah mengambil siwak dan setelah dikunyah (ujungnya) sampai lunak diberikannya kepada Nabi. Kemudian dengan itu Nabi  menggosok dan membersihkan giginya. Sementara ia sedang dalam sakratulmaut, ia menghadapkan diri kepada Allah sambil berdoa, "Allahumma ya Allah! Tolonglah aku dalam sakratulmaut ini." Aisyah berkata -yang pada waktu itu kepala Nabi berada di pangkuannya-, "Terasa olehku Rasulullah Saw. sudah memberat di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, "Ya Handai Tertinggi dari surga." Kata Aisyah, ”Engkau telah dipilih maka engkau pun telah memilih. Demi Yang mengutusmu dengan Kebenaran.” Maka Rasulullah pun berpulang sambil bersandar antara dada dan leherku dan dalam giliranku. Aku pun tiada menganiaya orang lain. Dalam kurangnya pengalamanku dan usiaku yang masih muda, Rasulullah s.a.w. berpulang ketika ia di pangkuanku. Sebuah akhir kehidupan yang sungguh menjadi pelajaran penting bagi umat manusia.:) (Pernah dimuat di Manado Post, Sabtu, 07 Maret 2009)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar