Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi
semesta alam. (Q.S. al-Anbiya/21:107)
Kelahiran
Muhammad saw. 14 abad yang lalu membawa sebuah perubahan drastis hampir dalam
setiap segi kehidupan manusia. Tidaklah mengherankan jika Muhammad didudukkan
sebagai tokoh paling berpengaruh. Berbagai perubahan yang terjadi pasca
kelahirannya memberikan indikasi bahwa Muhammad bukanlah sekedar manusia biasa
yang “ummi” namun memiliki kapasitas lebih dari “manusia super”, yang mampu
membumikan nilai-nilai kasih sayang sebagai ciri manusia yang bertuhan.
Syariat yang
dibawa Muhammad telah mengangkat derajat wanita ke tempat yang selayaknya dan
mulia. Kaum wanita telah dibebaskan dari sejarah kelam umat manusia yang selama
berabad-abad telah menghinakan mereka. Derajat seorang ibu di hadapan anaknya
ditempatkan pada posisi yang amat mulia. Anak-anak yatim menempati kelas
terhormat sebagai kesayangan beliau, sedangkan yang menyayangi mereka kelak
akan mendampingi beliau di surga. Para budakpun berangsur-angsur terbebaskan
dari cengkeraman kezaliman yang telah lama mendera.
Terlepas dari
perdebatan tentang pelaksanaan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw., penulis
mencoba untuk mengajak pembaca melihat sisi positif dari peringatan tersebut
sebagai bagian dari upaya untuk mengingatkan manusia agar tidak lupa dengan
misi damai yang dibawa beliau. Maulid dapat menjadi media bagi manusia –apalagi
umat Islam- agar senantiasa mencintai beliau, menaati syariat yang dibawanya
dan terutama meneladani akhlak mulia yang menghiasi dirinya sehari-hari.
Syaikh Dr.
Yusuf al-Qardhawi mengemukakan bahwa Maulid mengingatkan kembali pada sirah
perjuangan Rasulullah saw, kepribadian agung dan misi yang dibawa beliau kepada
alam semesta. Menurutnya, kelahiran Rasulullah saw. adalah mengingatkan manusia
akan nikmat luar biasa yang dianugerahkan Allah pada mereka. Inilah momen untuk
mengajari dan mendidik generasi penerus tentang sebuah misi penting yang dibawa
oleh Muhammad saw. yaitu membumikan nilai-nilai kasih sayang dalam makna yang
luas, bukan sekedar simbol dan slogan bahkan ”kontak fisik” setiap tanggal 14
Februari.
Manusia di era
kini seperti kembali pada masa kejahiliahan tanpa bimbingan agama. Para wanita
cenderung tidak menghargai bahkan tidak peduli lagi dengan “kewanitaannya”.
Para ibu bahkan kehilangan “keibuannya”. Anak yatim kehilangan kasih sayang dan
para “budak”pun semakin dizalimi baik di negeri sendiri maupun di negeri orang.
Manusia cenderung mudah terprovokasi dan bersifat anarkis, menyerang golongan
lain yang tidak sepaham. Tidak ada keteladanan yang bisa diambil generasi
mendatang. Betapa banyak kasus kriminal yang menggambarkan semua itu baik di
media cetak maupun elektronik. Semuanya tergambar jelas betapa mahalnya nilai
kasih sayang saat ini. Kalaupun masih ada, seringkali dibutuhkan kompensasi
materi untuk mendapatkannya. Kasih sayang yang muncul adalah bersifat fisik
semata.
Ibadah yang
dilakukan bukan lagi semata-mata sebagai bentuk penghambaan terhadap Sang
Pencipta tapi lebih dari sebuah upaya memperbaiki status sosial –Haji dan
sedekah misalnya-. Padahal iman kepada Allah tidak diukur dengan kuantitas
ibadah, melainkan seberapa besar ujian yang mampu dihadapinya. Jika manusia
kehilangan kasih sayang, maka yang terjadi adalah pemberlakuan hukum rimba.
Siapa yang kuat dia yang menang. Anarkisme merebak dan bahkan tidak mustahil
diikuti terorisme. Padahal, sudah merupakan sunatullah
bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Kemuliaan manusia
tidak ditentukan oleh warna kulit dan sukunya, tetapi dari sisi ketakwaannya
kepada Allah swt. (Q.S. Al-Hujurat/49: 13)
Kalau saja
misi damai yang dibawa Muhammad saw. mampu diaplikasikan dalam kehidupan nyata,
(Muslim ialah jika tetangganya selamat
dari gangguan lidah dan tangannya), maka hidup ini akan semakin indah dan bermakna.
Tidak ada anarkisme, tidak ada kerusuhan antar umat beragama, tidak ada
penyerangan rumah ibadah, tidak ada bentrokan antar suku, tidak ada kezaliman
sesama manusia. Lebih jauh lagi, semua unsur di alam ini akan merasakan peace and harmony. Hewan tidak akan
terancam punah, tumbuhan akan tetap lestari dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi manusia. Tanah, air, dan udara di alam ini seluruhnya akan ikut merasakan
kedamaian dalam tasbihnya dan tidak akan bergolak hingga menimbulkan bencana berkepanjangan
dan merugikan manusia. Aamiin. (Makassar, 12 Pebruari 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar