Senin, 20 Januari 2014

MAULID NABI MUHAMMAD SAW 1432 H: MEMBUMIKAN NILAI KASIH SAYANG


Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam. (Q.S. al-Anbiya/21:107)

Kelahiran Muhammad saw. 14 abad yang lalu membawa sebuah perubahan drastis hampir dalam setiap segi kehidupan manusia. Tidaklah mengherankan jika Muhammad didudukkan sebagai tokoh paling berpengaruh. Berbagai perubahan yang terjadi pasca kelahirannya memberikan indikasi bahwa Muhammad bukanlah sekedar manusia biasa yang “ummi” namun memiliki kapasitas lebih dari “manusia super”, yang mampu membumikan nilai-nilai kasih sayang sebagai ciri manusia yang bertuhan.
Syariat yang dibawa Muhammad telah mengangkat derajat wanita ke tempat yang selayaknya dan mulia. Kaum wanita telah dibebaskan dari sejarah kelam umat manusia yang selama berabad-abad telah menghinakan mereka. Derajat seorang ibu di hadapan anaknya ditempatkan pada posisi yang amat mulia. Anak-anak yatim menempati kelas terhormat sebagai kesayangan beliau, sedangkan yang menyayangi mereka kelak akan mendampingi beliau di surga. Para budakpun berangsur-angsur terbebaskan dari cengkeraman kezaliman yang telah lama mendera.
Terlepas dari perdebatan tentang pelaksanaan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw., penulis mencoba untuk mengajak pembaca melihat sisi positif dari peringatan tersebut sebagai bagian dari upaya untuk mengingatkan manusia agar tidak lupa dengan misi damai yang dibawa beliau. Maulid dapat menjadi media bagi manusia –apalagi umat Islam- agar senantiasa mencintai beliau, menaati syariat yang dibawanya dan terutama meneladani akhlak mulia yang menghiasi dirinya sehari-hari.
Syaikh Dr. Yusuf al-Qardhawi mengemukakan bahwa Maulid mengingatkan kembali pada sirah perjuangan Rasulullah saw, kepribadian agung dan misi yang dibawa beliau kepada alam semesta. Menurutnya, kelahiran Rasulullah saw. adalah mengingatkan manusia akan nikmat luar biasa yang dianugerahkan Allah pada mereka. Inilah momen untuk mengajari dan mendidik generasi penerus tentang sebuah misi penting yang dibawa oleh Muhammad saw. yaitu membumikan nilai-nilai kasih sayang dalam makna yang luas, bukan sekedar simbol dan slogan bahkan ”kontak fisik” setiap tanggal 14 Februari.
Manusia di era kini seperti kembali pada masa kejahiliahan tanpa bimbingan agama. Para wanita cenderung tidak menghargai bahkan tidak peduli lagi dengan “kewanitaannya”. Para ibu bahkan kehilangan “keibuannya”. Anak yatim kehilangan kasih sayang dan para “budak”pun semakin dizalimi baik di negeri sendiri maupun di negeri orang. Manusia cenderung mudah terprovokasi dan bersifat anarkis, menyerang golongan lain yang tidak sepaham. Tidak ada keteladanan yang bisa diambil generasi mendatang. Betapa banyak kasus kriminal yang menggambarkan semua itu baik di media cetak maupun elektronik. Semuanya tergambar jelas betapa mahalnya nilai kasih sayang saat ini. Kalaupun masih ada, seringkali dibutuhkan kompensasi materi untuk mendapatkannya. Kasih sayang yang muncul adalah bersifat fisik semata.
Ibadah yang dilakukan bukan lagi semata-mata sebagai bentuk penghambaan terhadap Sang Pencipta tapi lebih dari sebuah upaya memperbaiki status sosial –Haji dan sedekah misalnya-. Padahal iman kepada Allah tidak diukur dengan kuantitas ibadah, melainkan seberapa besar ujian yang mampu dihadapinya. Jika manusia kehilangan kasih sayang, maka yang terjadi adalah pemberlakuan hukum rimba. Siapa yang kuat dia yang menang. Anarkisme merebak dan bahkan tidak mustahil diikuti terorisme. Padahal, sudah merupakan sunatullah bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Kemuliaan manusia tidak ditentukan oleh warna kulit dan sukunya, tetapi dari sisi ketakwaannya kepada Allah swt. (Q.S. Al-Hujurat/49: 13)
Kalau saja misi damai yang dibawa Muhammad saw. mampu diaplikasikan dalam kehidupan nyata, (Muslim ialah jika tetangganya selamat dari gangguan lidah dan tangannya), maka hidup ini akan semakin indah dan bermakna. Tidak ada anarkisme, tidak ada kerusuhan antar umat beragama, tidak ada penyerangan rumah ibadah, tidak ada bentrokan antar suku, tidak ada kezaliman sesama manusia. Lebih jauh lagi, semua unsur di alam ini akan merasakan peace and harmony. Hewan tidak akan terancam punah, tumbuhan akan tetap lestari dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia. Tanah, air, dan udara di alam ini seluruhnya akan ikut merasakan kedamaian dalam tasbihnya dan tidak akan bergolak hingga menimbulkan bencana berkepanjangan dan merugikan manusia. Aamiin. (Makassar, 12 Pebruari 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar