Allah Swt. mewajibkan puasa Ramadhan dan aku mensunnahkan
shalat malam harinya. Barangsiapa berpuasa dan shalat malam dengan mengharap
pahala (keridhaan) Allah, maka dia keluar dari dosanya seperti bayi yang baru
dilahirkan oleh ibunya (HR. Ahmad).
Setiap orang tentu
menginginkan sebuah happy ending -akhir yang bahagia dari setiap episode
kehidupannya (husnul khatimah)-. Semua mengiginkan adegan yang mulus dari
setiap scene. Imbasnya adalah gaji dan bonus yang besar karena sudah bermain
peran dengan baik. Namun tidak semua mampu melakoni peran sebagaimana yang
diinginkan sang sutradara sesuai skenario. Ada saja halangan, rintangan dan
tantangan yang menjadikan adegan itu harus diulang-ulang. Bagi yang mau
belajar, pengulangan itu –atau dengan pelajaran tambahan- merupakan sebuah
cambuk untuk memotivasi agar mampu berakting dengan apik dan menjadi yang
terbaik. Selesai satu episode, kita tinggal menontonnya dan jika peran yang
dimainkan berkenan, maka saat itulah kontrak lainnya berdatangan yang pada
akhirnya berbuah manis.
Kehidupan laksana
sekumpulan episode yang harus diperankan dengan baik. Ramadhan –sebagai bulan tarbiyah, bulan
pembinaan dan pendidikan- mengajari banyak hal untuk melakukan yang terbaik
sesuai ketentuan Allah Swt. Sebulan penuh Allah perintahkan orang beriman untuk
berpuasa guna melatih pengendalian diri, kepekaan dan kepedulian sosial serta
berbagai kemampuan lainnya yang dapat menunjang proses kehidupan selanjutnya.
Sebulan penuh dimintakan supaya mendirikan salat pada malam harinya guna
melatih kedisiplinan sebagai bentuk ketaatan pada Sang Pencipta. Sebulan
lamanya diminta untuk membaca al-Qur’an guna menambah pengetahuan agar script
kehidupan bisa dilakoni dengan sebaik-baiknya. Kalau semuanya berjalan sesuai
dengan kehendak-Nya, yakinlah bahwa Allah tidak pernah tidur dan tidak pernah
menyalahi janjiNya. Balasan pahala yang melimpah sudah tentu akan diberikan
bagi mereka yang telah berperan dengan sebaik-baiknya.
Kini, satu episode
Ramadhan telah berakhir. Kemampuan berlatih dan berakting kita pada bulan
Ramadhan akan dipraktekkan pada sebelas bulan berikutnya. Ada dua perbedaan
dalam menyikapi akhir Ramadhan. Bagi orang beriman, mereka pasti bersedih
karena Ramadhan akan berakhir sebab belum tentu pada tahun depan akan bisa
menjalani Ramadhan dengan berbagai amaliah. Tidak ada lagi puasa setap hari,
tidak ada lagi salat tarawih, tidak ada lagi amalan berlipat ganda. Namun bagi
orang munafik, mereka akan bergembira, berpesta pora dengan kepergian Ramadhan
karena tidak ada lagi yang akan mengekang kebiasaan buruknya.
Kebahagiaan
menghadapi Idul Fitri pun memiliki dua kemungkinan, ada yang berbahagia karena
sedang menyambut kemenangan dirinya sendiri, sementara ada pula yang berbahagia
tapi sekedar merayakan kemenangan orang lain. Semuanya kembali kepada individu
masing-masing karena puasa merupakan ibadah rahasia, hanya Allah yang Maha
Mengetahui. Keberhasilan ibadah Ramadhan dalam bentuk terhapusnya dosa-dosa
merupakan sesuatu yang abstrak, bukan sesuatu yang konkrit atau nyata. Oleh
karena itu ketaqwaan kepada Allah Swt yang meningkat adalah salah satu bukti
bahwa Ramadhan kita berhasil dengan baik.
Dengan demikian,
berakhirnya Ramadhan bukan berarti berakhir pula ibadah kita kepada Allah,
namun sesungguhnya inilah awal yang baik untuk memulai kehidupan dengan
semangat yang baru, semangat fitrah sebagaimana bayi yang dilahirkan oleh
ibunya. (Manado Post, 07 Agustus
2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar