Peringatan Tahun Baru
setiap tanggal 1 Muharam tidak bisa lepas dari peristiwa hijrah. Kepindahan
Nabi Muhammad Saw dan kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah akibat pressure
dan intimidasi kafir Quraisy merupakan upaya strategis pengembangan Islam
sebagai agama misi. Sejarah membuktikan, bahwa Madinah kemudian menjadi pusat
pemerintahan Islam yang mampu memberikan nilai-nilai toleransi dalam
heterogenitas sosial baik antar suku maupun agama.
Sekalipun peristiwa
tersebut terjadi pada bulan Rabiul Awwal,
namun tidak bisa dipisahkan begitu saja dari bulan Muharam yang seakan-akan
”identik” dengan hijrah. Hal ini bukan berarti menganggap bahwa peristiwa
hijrah terjadi pada bulan Muharam. Tetapi nilai-nilai dari peristiwa itulah
yang diambil sebagai pelajaran pada bulan Muharam. Umar bin Khattab adalah orang pertama yang
menjadikan peristiwa hijrah sebagai awal penanggalan dalam tahun Hijriyah
setelah bermusyawarah dengan para sahabat. Umar
beralasan bahwa hijrah adalah peristiwa yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
Sedangkan bulan Muharam dipilih sebagai awal kalender Hijriyah karena bulan ini
datang sesudah Dzulhijjah dimana syariat
haji dilakukan oleh kaum muslimin sebagai rukun yang terakhir dalam rukun
Islam. Penetapan ini terjadi pada tahun ke-7 atau 8 H.
Hijrah itu sendiri memiliki makna yang luas. Al Qur’an memberikan gambaran hijrah dalam QS. An Nisa (4): 100: ”Barangsiapa
berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap
pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Menurut Prof. Dr. Mahmoud
Syaltout, guru besar Universitas Al Azhar Kairo, ada dua macam hijrah yaitu hijrah
badaniyah dan hijrah qalbiyah. Jika dikembangkan, hal ini bisa dimaknai dengan
hijrah secara lahir dan batin atau hijrah fisik dan psikis. Dengan berhijrah,
orang akan mendapatkan suatu pengalaman dan wawasan baru yang bisa dijadikan
pelajaran untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang beruntung –hari ini lebih
baik dari hari kemarin-. Ia tidak akan menjadi seperti katak dalam tempurung yang
tidak pernah tahu betapa besarnya kerbau.
Hijrah memberikan sebuah semangat baru, semangat perubahan. Tentu saja
perubahan ke arah positif mulai dari pola pikir, tingkah laku, pakaian, gaya
hidup dan sebagainya. Pola pikir yang positif, tidak saling menyakiti, sikut
menyikut dan sikat menyikat, berprasangka buruk dan sejenisnya akan membawa
perubahan tingkah laku menjadi santun dalam segala hal. Pakaian yang sopan akan
menghindarkan diri dari pelecehan. Begitu pula gaya hidup yang hedonis dan
konsumtif mengurangi kepekaan sosial. Pada akhirnya, semangat perubahan ini
akan bermuara pada semangat untuk memberikan yang terbaik dari diri ini
semata-mata karena penghambaan terhadap Sang Pencipta. Itulah teladan yang
dicontohkan Nabi Muhammad Saw. untuk umat manusia.:)
Makassar, 6 April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar